Selasa, 19 Juni 2012

Apakah Kami Masih Dijajah?

Kerjaku memang tidak terlalu berat,hanya memasak untuk kebutuhan makan para pegawai perusahaan,mencuci piring lalu tidur.Setiap hari rutinitas tersebut aku kerjakan demi uang bulanan sebagai upah yang di berikan perusahaanku.
Perusahaan tempatku bekerja sudah dua tahun beroperasi di kampungku,merupakan perusahaan yang menambang mineral nikel,menurut pak murji operator alat berat asal jakarta,perusahaan tersebut berasal dari negeri RRC makanya mulai dari yang berpakaian rapih sampai pekerja kasarnya berasal dari Tiongkok sono.
Orang pribuminya bisa dihitung pake jari itupun menduduki pekerjaan-pekerjaan tertentu,yang tidak dibawa dari RRC.
Salah satunya pak murji,dia bisa bekerja jauh-jauh dari ibukota nyebrang lautan kesini,karena ditugaskan bosnya,yang suka kasih sewa alat berat,dan perusahaan RRC itu nyewa alat berat bosnya,maka ditunjuklah pak Murji buat ngawasin sekaligus operator alat-alat berat tersebut.
Entah kenapa tiap hari pak murji itu mengeluh terus,macam terpaksa kerja disini,dia pernah bilang kalo jadi pegawai di sini sama di pulau jawa itu rugi.
” kok bisa bang ? ” tanyaku,
” jelas rugi lah lex,lu sih kagak pernah jalan-jalan ke jawa.” dengan logat betawi yang nyerocos,mirip si mandra dalam sinetron si doel anak sekolahan,dia menjelaskan.
” Coba lu pikir gue dapet penghasilan disini sejuta,terus ada temen gue di jawa sono penghasilannye juga sama sejuta.”
” tapi disini barang-barang pada mahal,makan pecel ayam satu aja dah berapa lex,di jawa sono bisa dapat empat porsi,pokoknya rugi deh..” pak murji menjelaskan.
Memang sih aku belum pernah ke jawa,hanya sering mendengar dari anto yang kuliah di surabaya.
Dia bercerita kalau tinggal di jawa itu serba ada serba murah,tidak macam di pulau tempat tinggalku ini.
Transportasi lancar,bisnya besar-besar,terus penumpang dan barangnya tidak saling himpit,dia tidak pernah melihat ayam sama manusia bareng-bareng naek bis,apalagi kalau perjalanan jauh.
Kalau mau perjalanan jauh banyak pilihan,mau pake kereta api,bis malam,atau pesawat terbang.
Dia juga menambahkan,jarang ada orang dijawa mengendarai sepeda motor apabila menempuh perjalanan jauh beda sama disini,om ku sudah biasa menembuh jarak 600 km Palu - Morowali mengendarai sepeda motor,karena tidak ada pilihan lain.
Mau tunggu Bis hanya beberapa Unit trayeknya,ikut travel antar jemput pun tidak banyak.
Makanya aku tidak heran kalau pak Murji,merasa tidak kerasan di sini,aku pun maklum beliau sudah terbiasa ‘hidup enak’ di jawa sana.
Selain pak Murji dan aku,orang pribumi yang kerja di perusahaan itu adalah Pak Budiono WNI keturunan asal medan,yang bertugas sebagai juru bahasa antara kami yang pribumi,dengan karyawan yang berasal dari RRC.
Kala Tidak ada Pak Budiono,bisa ribet lah aku bekerja,menentukan menu masakan yang akan aku hidangkan buat mereka.
Orang RRC itu kalau makan tidak ribet,malahan aku juga jadi heran,cukup sarapan bubur lauk sayuran direbus ditambah kacang goreng memakai sumpit,mereka bisa bekerja keras menggali tanah sampai menjelang makan siang,sungguh kekuatan pisik yang luar biasa pikirku.
Makan siang saja menunya agak berat,ikan atau daging seperti wajib,tanpa rasa pedas yang berasal dari cabe rawit karena sepertinya mereka kurang menyukai cukup dengan saus sambal botolan yang dibawa dari negeri mereka.
Perlakuan mereka terhadapku berbeda-beda ada yang baik seperti Mr ling, selalu menyapaku dengan bahasa Indonesia yang di paksakan,terkadang dia juga sering ngasih rokok walau memberi dengan istilah ‘cabut pedang’,dalam kebiasaan pergaulanku,hal tersebut mungkin agak sedikit kurang sopan,tapi aku maklum dan mengerti bahwa itu mungkin kebiasaan mereka.
Aku heran aja,kok bisa perusahaan asing yang cari untung di daerahku,tapi pekerjanya sedikit sekali orang pribumi,terus hasilnya pun langsung dikemas untuk dibawa ke negara mereka.
Aku tau dan aku juga yakin para pembesar di daerahku sudah melihat,kalau tanjung yang di gali oleh perusahaan itu udah mulai habis di gali oleh alat-alat berat mereka.
Tapi aku tidak tau,hasil yang di dapat oleh aku bersama tetangga-tetanggaku dengan adanya perusahaan itu.
Toh jalan yang sering aku lalui dari rumahku pun,belum ada perubahan,malah makin banyakn warung remang-remang yang berbau mesum buka,buat melayani para pekerja asing.
Malahan dengan kehadiran para pekerja itu,harga makanan dan pakaian jadi mahal,karena para pedagang mengikuti kemampuan membeli mereka,lucunya kami yang asli sini pun akhirnya jadi iku harga mereka.
Apalagi kalau aku bermimpi ada kereta api disini seperti di jawa,jangan mimpi.
Kalau ingat pelajaran sejarah sewaktu aku sekolah,aku curiga kalau kami dijajah kembali,persamaannya ya hasil bumi kita dibawa kesana tanpa ada di sisain,perbedaannya kalau dulu ada perang-perangan sampe jatuh korban.
Sekarang siapa pun yang punya uang,dari negara manapun bisa masuk buat ambil kita punya ‘harta’.
Dan sejarah pun seperti terulang siapa yang kenyang menikmati kemewahan,siapa yang melarat kesusahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar