Minggu, 16 September 2012

“Tandu Jenderal Besar Soedirman” di Parimo

Sesaat setelah musibah bencana banjir bandang yang melanda Kabupaten Parimo Sulawesi tengah. Tim-tim dari dari Bataliyon 714/ Sintuwu Maroso Poso, Brimob Polda Sulteng, Basarnas, Tagana Sulteng, Mahasiswa Pecinta Alam STIE Palu, PMI Sulteng beserta warga terlibat dalam evakuasi warga yang hilang atau terjebak di Desa Gangga.
Desa tersebut berada di tengah dua aliran sungai besar yaitu sungai Olojongi dan sungai Maviori yang membawa arus deras air bah dari pegunungan. Otomati desa tersebut terjebak dan mengungsi ke dataran tinggi di belakang desa menunggu air surut. Sedangkan salah satu kampung yang dekat dengan daerah aliran sungai yaitu Olotua praktis tenggelam hingga menelan korban nyawa seorang nenek beserta cicitnya.
Setelah air agak sedikit surut tim evakuasi mulai mencari koraban di Olotua. Disamping itu sebagian berusaha menjemput masyarakat yang mengungsi di dataran tinggi, dengan berjalan kaki menembus lautan lumpur di sepanjang akses jalan menuju ke sana, karena kendaraan bermotor tidak bisa melewatinya.
Satu persatu warga dari sana di jemput dengan dituntun oleh anggota tim relawan hingga menuju jalan yang bisa di lewati oleh kendaraan roda empat, selanjutnya dibawa ke Posko kesehatan untuk mendapatkan perwatan.
Ada sebuah kejadian unik, dimana seorang warga yang dievakuasi mengalami luka di kaki dan tidak memungkinkan untuk berjalan, warga tersebut diketahui bernama Ronald (50) ditandu oleh beberapa prajurit TNI, layaknya Jenderal Besar Soedirmana sewaktu berjuang di Masa Perang kemerdekaan dulu.
Ronald adalah seorang warga Bitung, Sulawesi Utara. Beberapa hari sebelum kejadian, berniat hendak memugar kuburan almarhum ibunya di Desa Gangga.
Tapi sayang beliau malah terjebak air bah dan ikut mengungsi bersama warga lainnya ke dataran tinggi. Naas ditengah perjalanan kakinya tanpa sengaja menginjak paku dan menyebabkan kakinya tak bisa berjalan.
Selain ditandu, anggota TNI juga memberi jaket kepada dia untuk dikenakan. Karena dia ditemukan dalam keadaan hanya memakai kaos pendek dan celana puntung.
Maka nampaklah dia mirip komandan prajurit yang menggotong menuju mobil ambulans.
Angan-angat Penulis menyaksikan peristiwa tersebut langsung teringat membayangkan Kisah perjuangan Jenderal Besar Soedirman di masa lalu yang fotonya beredar di buku-buku pelajaran Sejarah.
Sumber Foto : Dok Pribadi

Minggu, 02 September 2012

Dokumentasi Evakuasi Korban Banjir Bandang Parimo

Prajurit TNI dan BRIMOB bahu membahu membersihkan lumpur sisa bencana alam banjir bandang Di Parimo 


Tumpukan kayu yang terbawa arus banjir di pinggiran sungai Olojongi,Desa Lemusa,parimo
Kerugian materi yang ditimbulkan akibat banjir bandang di Olotua, desa Gangga,Parimo

Nampak ribuan kubik kayu yang terbawa hanyut arus air yang deras di belakang penulis
Prajurit Yonif 714/Sintuwu Maroso Poso, menandu salah satu warga yang dievakuasi
Akses jalan menuju Olotua , desa Gangga.
Mungkinkah ini akibat ulah tangan-tangan serakah yang mencari keuntungan pribadi tanpa memikirkan akibatnya??



Minggu, 26 Agustus 2012

Alarm Tanda Bahaya “Toki Tiang Listrik”

Di pedesaan Pulau Jawa, dahulu (entah kalau sekarang) ada kebiasaan memukul kentongan yang tersedia menggantung di Pos Kamling untuk memberitakan kejadian-kejadian yang bersifat darurat seperti banjir, orang meninggal dunia atau ada warga yang kemalingan.
Biasanya kentongan dipukul berkali-kali dan orang yang memukul kentongan tersebut berteriak-teriak menyampaikan beritanya. Aksi tersebut cukup efektif untuk mengumpulkan massa dengan cepat.
Kentongan biasa terbuat dari bambu atau kayu.
Lain halnya di Sulawesi Tengah, para warga di sana baik di Kota maupun pedesaan mempunyai kebiasaan memukul tiang listrik yang berjejer di pinggir jalan untuk mengumpulkan massa.
Suara tiang listrik yang di pukul tersebut layaknya Alarm tanda bahaya, memberitahukan bahwa ada “musuh” yang akan menyerang.
Masih ingat dalam benak penulis bagaimana warga Tanah runtuh, Poso, kompak memukul tiang listrik bersamaan ketika sejumlah Polisi memasuki daerah tersebut untuk menangkap gerombolan teroris yang telah terbukti bersembunyi di sana.
Waktu itu Polisi yang di cap
“Thogut” oleh para teroris disana mendapat perlawanan berupa lemparan batu dari sebagian warga yang mendukung keberadaan mereka.
Perang antar kampung yang marak di Kota Palu dan Kabupaten Sigi Biromaru akhir-akhir ini pun selalu di kawal oleh bunyi-bunyian tiang listrik yang bertaut-tautan.
Bisa ditebak beberapa saat setelah suara tersebut “berkumandang”, teriakan kelompok-kelompok massa yang penuh amarah telah siap saling berhadapan lengkap dengan Parang,Tombak,Panah,Sumpit,meriam karbit (diisi pecahan kaca atau paku), panah Ambon dan senjata rakitan seperti yang terjadi di Kecamatan Marawola satu hari setelah Lebaran kemarin.
Sebagai pendatang, penulis saat ini merasa trauma karena efek yang terjadi dibelakang bunyian suara tiang listrik yang dipukul tersebut. Suara itu datang pasti ada kejadian perkelahian massal, sehingga tertanam dibenak penulis, tidak ada keramahan dari suara tersebut.
Bila anda berkunjung ke Sulawesi Tengah, coba pukulah tiang listrik dengan batu, maka yakin dan percayalah para warga disekitar akan berkumpul dengan resah dan gelisah!!
Toki = Bahasa Melayu dialek Ambon yang mempunyai arti “Pukul”

Jumat, 20 Juli 2012

5 W 1 H

?5W 1H DALAM MENGEMBANGKAN IDE CERITA –
Waktu sedang subur-suburnya membuat fiksi, cerita pendek maupun novelet semasa duduk di bangku SMA dan berlanjut di perguruan tinggi, apa yang lakukan benar-benar otodidak, tanpa mengenal teori. bahkan saya tidak paham istilah 5W 1H. Belakangan saat saya kuliah, saya baru mengenal 5W 1H, yakni who, what, where, when, why, how. Ini adalah rumus lawas dari novelis Rudyar Kipling.
Saat menjadi jurnalis, saya berdisiplin diri dengan 5W 1H ini, terutama saat menulsi “lede” (ada yang menyebutnya “lead” berita, yakni satu paragraf (atau dua paragraf) pembuka berita. Dalam kurang-lebih 35-40 kata, saya harus menyisipkan 5W 1H ini. Itu dalam menulis berita.
Bagaimana 5W 1H ini dalam mengembangkan cerita? Saya punya pengalaman sendiri, yang jauh dari teori manapun karena saya tidak mengenalnya. Saya akan meneruskan pengalaman ini lain waktu….

Nulis bareng Pepih
?5W 1H DALAM MENGEMBANGKAN IDE CERITA (2) –
Yang saya maksud 5W 1H (who, what, where, when, why, how) dalam mengembangkan ide cerita, bukan menjejalkan rumus kuno Rudyard Kipling ini ke dalam tubuh cerita fiksi yang saya buat, baik itu cerpen ataupun novel, sebagaimana menulis berita langsung. Akan tetapi, saya mengembangkan 5W 1H semata-mata untuk mengembangkan ide cerita.
Ada seorang novelis kontemporer Amerika, saya lupa namanya (tapi Insya Allah saya coba menelusur kembali nama ini). yang mencontohkan secara baik 5W 1H ini dalam mengembangkan ide cerita. Adapun ide cerita yang dicontohkannya tidak lain sebuah pertanyaan: mungkinkah seorang presiden adalah pelaku pembunuhan berantai?
Sederhananya begini jika 5W 1H ingin digunakan untuk mengembangkan ide cerita;
WHO: siapa presiden itu, siapa saja korban pembunuhannya?
WHAT: apa yang dilakukan presiden itu sesungguhnya
WHERE: dimana saja peristiwa pembunuhan itu terjadi?
WHEN: kapan peristiwa itu terjadi, masa lalu atau masa yang akan datang?
WHY: mengapa presiden itu melakukan pembunuhan berantai?
HOW: bagaimana cara presiden membunuh para korbannya satu persatu?
Ini cara sederhana mengembangkan ide cerita berdasarkan rumus Rudyard Kipling yang sebenarnya biasa digunakan secara ketat dalam penulisan berita langsung (straight news). Pada kesempatan yang akan datang, saya coba merumuskan pertanyaan-pertanyaan pendukung atau tambahan yang memperkuat ide/gagasan utama cerita.
Dari rangkaian pertanyaan itu, saya bisa leluasa merumuskan cerita dengan plot, karakter, setting, dan orientasi berdasarkan jawaban=jawaban atas pertanyaan itu.
(bersambung)
Nulis bareng Pepih
?
?5W 1H DALAM MENGEMBANGKAN IDE CERITA (3) –
Dalam paparan sebelumnya saat mengembangkan ide cerita “mungkinkah presiden adalah pelaku pembunuhan berantai?” dengan rumus 5W 1H, beberapa pertanyaan utama dapat digunakan sebagai berikut;
WHO: siapa presiden itu, siapa saja korban pembunuhannya?
WHAT: apa yang dilakukan presiden itu sesungguhnya
WHERE: dimana saja peristiwa pembunuhan itu terjadi?
WHEN: kapan peristiwa itu terjadi, masa lalu atau masa yang akan datang?
WHY: mengapa presiden itu melakukan pembunuhan berantai?
HOW: bagaimana cara presiden membunuh para korbannya satu persatu?
Sebelumnya saya mengatakan, cara sederhana mengembangkan ide cerita berdasarkan rumus Rudyard Kipling ini bisa dirumuskan lebih jauh dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan pendukung atau tambahan yang memperkuat ide/gagasan utama cerita. pada intinya, semua pertanyaan dirinci untuk diverifikasi dan dicari jawabannya sendiri.
Inilah sebagian formula pertanyaan tambahan/pendukung itu:
HOW MANY: berapa jumlah orang yang jadi korban pembunuhan
WHO ELSE: siapa saja mereka itu, korban-korban lainnya
WHAT TIME: kapan dan jam berapa mereka dibunuh
HOW MUCH: berapa dollar biaya untuk membunuh, berapa uang yang dirampok
Itu contoh kecil saja. Anda bisa mencari contoh lainnya, cukup menggunakan formula pertanyaan bahasa Indonesia saja. Misalnya bagaimana cara presiden itu membunuh? apakah dengan pola yang sama, katakanlah seluruh korban dicekik? jam berapa sang presiden melancarkan aksi mautnya? dimana biasanya pelaku mengincar korban? bagaimana reaksi pelaku seusai membunuh? Dan seterusnya…
Nah, ketika pertanyaan utama dan pertanyaan tambahan/pendukung sudah dirumuskan dan sudah dicari jawabannya, tentu saja akan membentuk semacam puzzle yang kelak harus disusun menjadi sebuah cerita yang utuh. Ini bagian tersulit dalam merancang dan mengembangkan cerita. Tetapi dengan bantuan pertanyaan demi pertanyaan di atas, menyusun puzzle rasanya akan jadi lebih mudah.
Selamat mencoba
5 MENIT “SPEED WRITE” SETIAP HARI –
Saya penyuka permainan catur kilat, yakni catur yang hanya memiliki 5 menit waktu berpikir untuk satu partai. Mengasyikkan sekaligus menegangkan. Saya biasa berpikir satu sampai lima detik saja untuk setiap langkah. Kalau orang melihat saya main catur kilat menggunakan jam catur, ia mungkin mengira langkah saya itu asal-asalan. Padahal tidak. Dalam satu sampai lima detik itu saya berpikir keras. Saya menentukan pilihan langkah. Saya tidak berspekulasi, tetapi sebisa mungkin menghitung langkah akurat ke depan. Berkonsentrasi, mengatur strategi, dan tetap melangkah setepat mungkin. Itulah hakekat catur kilat 5 menit.
Adakah 5 menit dalam menulis? Ada. Itulah yang disebut latihan 5 menit menulis cepat. Saya menggunakan kata “cepat”, bukan “kilat”. Pada permainan catur, catur “cepat” berarti waktu berpikir 25 menit untuk satu partai. Dalam menulis, 5 menit itu untuk menulis cepat. Bagaimana Anda harus memulainya?
Memulainya hanya ada tiga langkah: latihan. latihan, dan latihan!
Mari kita memulai latihan dengan satu kejujuran pada diri sendiri. Sediakan penunjuk waktu, jam tangan, weker atau jam dinding. Kita hanya punya waktu 5 menit. Tidak lebih. Apa yang harus Anda tulis dalam waktu 5 menit? Saya akan kasih “clue” atau petunjuk seperti ini:
“seorang pria muda dengan perempuan muda terpisahkan oleh sungai berair dalam yang dihuni kawanan buaya lapar. Si pria muda ditemani seekor anjing betina dan si perempuan muda ditemani anjing jantan”.
Itulah petunjuknya. hanya itu. Sekarang dalam waktu 5 menit Anda diminta menulis tanpa jeda dari petunjuk di atas. Tentu saja Anda diperkenankan mengambil setting waktu senja hari, memulai tulisan dengan dialog atau pernyataan, menciptakan karakter si pria dan perempuan itu. Anda bisa merangkai cerita dalam plot yang flashback atau flashforward, dan seterusnya. Pokoknya Anda diberi kebebasan untuk merangkai cerita. Bumbui cerita dengan konflik dan klimaks, juga akhir yang penuh kejutan.
Bagaimana mungkin Anda bisa melakukannya dalam waktu 5 menit? Percaya saja, Anda pasti bisa kalau mau mencobanya. Biar Anda tidak sendiri, saya juga akan membuat cerita dalam waktu 5 menit lewat petunjuk di atas tadi. Lagi pula, saya biasa melakukan latihan 5 menit “speed write” setiap hari. Hasilnya nanti kita bandingkan.
Mari kita coba!
Nulis bareng Pepih
GAYA SKETSA DALAM MENULIS CERPEN –
Cerpenis B Soelarto mengungkapkan proses kreatifnya membuat cerita pendek. Peristiwa-peristiwa kecil dalam kehidupan masyarakat yang menggelitik hatinya, sering menjadi sumber inspirasi. Dia memandang setiap peristiwa sosial sebagai sketsa-sketsa kehidupan, snapshot bersahaja. Cerpen pertamanya dari peristiwa kehidupan sehari-hari ini lahir usai menyaksikan dari dekat penodongan di mikrolet.
Menurut Soelarto, teknik penulisan cerpen gaya sketsa adalah sesederhana teknik menulis sktesa. Tidak diperlukan nuansa yang memancing tanda tanya sebagai sentuhan estetis atau renungan gagasan filosofis. Ibarat rangkaian alfabet, cerpen gaya sketsa tidak perlu berakhir — dan memang tidak mungkin dapat — pada akasara Z. “Paling jauh hanya sampai aksara N,” tekannya.
Namun demikian, imajinasi tetap pegang peranan. Imajinasilah yang memungkinkan menulis pembukaan cerpen, mengolah pokok persoalan cerita, dan menentukan titik akhir cerita. Imajinasilah yang mengembangkan inspirasi menjadi bentuk suatu cerita, betatapun sederhananya suatu cerita.
Sedangkan intuisi, kata Soelarto seperti ternukil dalam Buku “Proses Kreatif”, merupakan motor yang menggerakkan daya cipta. Intuisilah yang menentukan kelahiran suatu cerita. “Tanpa intuisi, daya cipta akan statis dan tetap membeku. Takkan menggelitik, untuk menuangkan sesuatu peristiwa menjadi cerita yang berbingkai,” katanya.
Bagaimana dengan Anda, saya, dan kita semua? Garis bawahilah bahwa ide bisa lahir dari peristiwa-peristiwa sehari-hari yang kita lihat , yang terkesesan sepele dan sederhana. Ternyata penulis tidak harus berusah-payah berfilsafat hanya sekadar meuangkan peristiwa itu, cukup menulis dengan gaya sketsa. Maka, jadilah cerpen….
Selamat mencoba!
Nulis bareng Pepih
ISU UNTUK MENULIS ARTIKEL (1)
PADA pelatihan jurnalistik di Universitas Diponegoro, Semarang, 24 hingga 27 Juli 2008 lalu, saya mendapat banyak pertanyaan seputar jurnalistik. Ini lumrah. Akan tetapi, ada pula peserta yang bertanya seputar bagaimana membuat artikel untuk media massa, meski pertanyaan itu dilontarkan saat rehat. Kebetulan, ada lulusan S1 Undip yang beberapa kali artikelnya dimuat di Harian Kompas edisi Jawa Tengah. Kepada dialah saya memberi sedikit ilmu.
Tidak usahlah disebut namanya. Tetapi sejujurnya, saya senang mendapat pertanyaan kritis seputar artikel yang ia buat. Ia mengaku menulis mengenai “dunia pendidikan”. Tanpa bermaksud mengujinya, saya melontarkan beberapa pertanyaan. Bukan apa-apa, inilah cara saya sharing dan berbagi ilmu, modalnya karena artikel saya pernah dimuat di Rubrik Opini Kompas, 20 Juni 1990, jauh-jauh hari sebelum saya menjadi jurnalis!
“Kalau kamu mengikuti dunia pendidikan, jadilah pakar pendidikan. Jangan beralih ke lain subyek. Geluti saja pendidikan dari hulu sampai hilir,” demikian saya membuka percakapan. “Sebenarnya, apa concern kamu terhadap persoalan pendidikan mutakhir?” tanya saya lagi. Ia ragu menjawab, dan memang tidak menjawab. Saya katakan, “Tengoklah persoalan besar pendidikan nasional dewasa ini. Tengoklah dunia pendidikan tinggi yang semakin matre dan mata duitan. Jangan harap orang desa yang tidak berpunya seperti saya bisa masuk perguruan tinggi, meskipun mungkin saya bisa lolos.”
Dia mengangguk. Mungkin mengerti. Saya meneruskan meski bukanlah seorang ahli pendidikan, kecuali seorang jurnalis. “Pendidikan di perguruan tinggi sekarang tidak adil! Menteri Pendidikannya tidak punya visi ke depan soal pendidikan yang seharusnya!” Ia agak terkejut, tetapi masih mau mendengarkan saya.
Saya melanjutkan, “Disebut tidak adil karena hanya orang-orang berpunya saja yang bisa masuk perguruan tinggi negeri ternama. Anak-anak tidak berpunya walaupun pintar, jangan harap bisa masuk. Tengok produk manusia-manusia Indonesia 10, 15, atau 20 tahun mendatang! Apa jadinya kalau SDM Indonesia dijejali anak-anak orang kaya yang karena berpunya bisa belajar di perguruan tinggi, meski otaknya pas-pasan? Sementara anak-anak pintar yang tidak berpunya cukup menjadi buruh atau petani. Tidak tertarikkah kamu pada persoalan mendasar ini?”
“Tertarik. Tetapi saya harus mulai darimana?” jawabnya sekaligus melempar tanya.
“Coba baca UUD 1945 dan perubahannya, di situ tertera dana APBN untuk pendidikan sebesar 20 persen,” kata saya lagi. Dia balik bertanya, “Sangat sedikit ya, Pak?” Saya lalu memotong, “Itu sudah cukup besar! Tapi coba kamu lihat. Perguruan Tinggi yang seharusnya disubsidi biar mahasiswanya tidak harus bayar mahal uang uliah, malah disuruh cari duit sendiri. Coba kamu tengok semrawutnya buku pelajaran yang selalu terjadi setiap tahun! Janganlah lihat jauh-jauh, karena kamu tinggal di Semarang, coba belajar kedekatan (proximity), apa imbas dari semrawutnya dunia pendidikan nasional ini di Provinsi Jawa Tengah?”
“Wah, terima kasih atas penjelasannya, Pak,” katanya lagi. Tetapi saya masih mau menjelaskan sedikit lagi kepadanya tentang kesamaan jurnalis dengan kolumnis dalam menangkap isu, mengembangkan, dan menuliskannya. Lain kali sajalah ya… (Bersambung)
Nulis bareng Pepih
ISU UNTUK MENULIS ARTIKEL (2) —
BAIK, saya teruskan lagi postingan sebelumnya yang sempat terputus. Saya tekankan kepada teman itu bahwa menangkap isu dalam membuat artikel maupun berita ada kesamaan. Bedanya, tugas membuat artikel menjadi “lebih mudah” karena biasanya para penulis artikel mengikuti berita dan mengetahui perkembangan peristiwa mutakhir. Ini masuk akal karena artikel mensyaratkan kupasan yang sedang aktual diperbincangkan!
“Jadi, apakah saya juga harus seperti wartawan, Pak? Maksud saya, apakah saya juga harus mewawancara narasumber?” tanyanya yang langsung saya sambar, “Mengapa tidak?” Dan, dia langsung terdiam demi mendengar jawaban saya itu.
Saya katakan, penulis artikel tidak selayaknya “hidup dalam dunianya sendiri”. Penulis artikel tidak selayaknya menganggap bahwa opini dan pendapatnya saja yang benar. Di luar itu, semua salah. Di luar darinya semua itu tidak penting. Maaf, jangan sekali-kali berpikir seperti itu. Berpikirlah bahwa salah satu tujuan Anda membuat artikel itu untuk memberi pencerahan, berbagi ilmu, berdiskusi, belajar menerima pendapat orang lain, atau belajar menyanggah pendapat orang lain (atau berita) dengan cara santun dalam bentuk artikel.
Buatlah sebuah artikel yang memberi solusi, bukan melulu pertanyaan tanpa jawaban. Bukan melulu gugatan tanpa perbaikan. Berilah pembaca sebuah alternatif dari cara-cara yang sudah umum diketahui, tetapi tidak dengan cara mengajari. Berpikirlah bahwa Anda setara dengan pembaca, sehingga Anda terhindar dari cara-cara menggurui. Yakinkan bahwa solusi yang Anda tawarkan merupakan upaya perbaikan atau novelty (hal baru) yang selama ini belum ada. Namun demikian, jangan sekali-kali mencela solusi yang pernah ditawarkan orang sebelumnya!
Kembali ke cara kerja itu tadi, apakah penulis artikel juga harus seperti wartawan? Saya jawab, “Ya, dalam bata-batas tertentu!” Yang saya sebut “dalam batas-batas tertentu itu” misalnya, apa salahnya kalau penulis artikel juga bisa bertemu dan berbincang-bincang dengan para pakar lainnya. Mungkin tidak secara resmi, tetapi di saat si pakar itu mengadakan seminar atau acara-acara santai lainnya. Gali saja informasi yang Anda butuhkan dari situ. Gali sebuah persoalan yang kelak akan dijadikan isu dalam artikel yang Anda tulis. Itu pertama.
Kedua, tidak ada salahnya kalau Anda sering-sering datang ke perpustakaan untuk mencari informasi sesuai isu yang ingin Anda kembangkan. Cari informasi di internet sebagai pelengkap isu mutakhir dan jaga kemungkinan tulisan itu sudah ditulis penulis artikel lain. Kalaupun sudah ditulis, cari dari sudut pandang yang berbeda asalkan tidak melakukan plagiat saja. Ketiga, baca buku yang relevan, sekadar melihat “kesejarahan” dari sebuah persoalan. Nah, bukankah cara-cara ini sama dengan apa yang dilakukan oleh wartawan dalam menulis berita?
“Kamu mengerti?” tanya saya menyadarkan lamunan teman saya itu. Dia mengangguk dan tampaknya paham atas apa yang saya bicarakan. Maaf, saya terlalu dominan bicara kala itu karena posisinya sebagai orang yang ditanya. Saya pun menjawabnya sepengetahuan yang saya punya berdasarkan pengalaman menulis artikel yang saya alami. Jika pun postingan ini tidak ada gunanya, abaikan saja! Oke, sampai di sini dulu, sampai jumpa di bahasan lain… (Selesai)
Nulis bareng Pepih
MENGOLAH DAN MENGEMBANGKAN IDE –
Saya sedang main di sungai kecil berair jernih bersama Gadis, anak saya. Saya melihat hamparan batu berbagai bentuk. Besar. Kecil. Ratar. Bolong-bolong. Batu pun bermacam-macam, pikir saya. Kalau saya menangkap batu sebagai benda mati alakadarnya dan mengelola sebagai ide untuk menulis, bagaimana ya? Bagaimana kalau saya mulai; sebongkah batu merah cabai menggegerkan kampung “A” dan penduduk berspekulasi tentang kehadiran batu ajaib itu. Uniknya, batu itu dianggap keramat, jimat, sehingga orang-orang, dari pejabat sampai rakyat, mencoba menyentuhnya. Akhir cerita bisa saya reka sesuka saya. Ada lagi batu datar di pinggir hutan, batu itu biasa dijadikan tempat solat orang lewat sehingga dianggap tempat suci. Lalu batu itu dihancurkan atas nama pembangunan desa dan warga desa geger karenanya, memprotes batu itu dihancurkan, meski ada iming-iming pemerintah desa dibuatkan mushola. Nyatanya rakyat desa tetap menolak. Nah, saya yakin Anda bisa menulis beragam cerita dari sebongkah benda mati bernama “batu’. Berminat mencobanya?
Nulis bareng Pepih
TIPS MENULIS AKHIR PEKAN –
Berbicara, bercakap-cakap, atau ngobrol ngalor-ngidul jauh lebih mudah daripada menulis. Banyak orang bertanya tentang sulitnya memulai menulis. Saya biasa menyarankan, bagaimana kalau ANDA MENULIS SEBAGAIMANA ANDA BICARA atau bercakap-cakap. Ini cara sederhana menembus tembok penghalang sulitnya memulai menulis. TUANGKAN PERCAKAPAN DALAM TULISAN biar kertas atau layar komputer Anda tidak kosong. Hasil tulisan tentu jauh dari sempurna, tetapi terbuka peluang untuk membaca dan menulis ulang, sampai tulisan itu benar-benar tuntas.
Nulis bareng Pepih
ANTARA PENYAIR DAN PEWARTA –
Saya bukan penyair, tetapi penulis/pewarta (jurnalis) yang boleh jadi berbeda gaya/pandangan dengan para penyair, yang biasa menghasilkan puisi-puisi indah. Barangkali karena latar belakang itulah yang membuat saya selalu berpaling serta berpihak pada pembaca. Jurnalis seperti saya tidak boleh “egois” dalam arti menyulitkan dan membikin pusing pembaca dengan bahasa sulit atau bahasa yang tidak mudah dipahami pembaca (njelimet).
Ada anggapan, tulisan yang baik itu adalah tulisan yang bikin dahi pembaca berkerut-kerut. Saya sebaliknya, bagi saya tulisan yang baik itu adalah tulisan yang membuat pembaca langsung paham atas apa yang kita sampaikan (tulis). Saya paham akan kebebasan berkreasi para penyair, yang kadang lebih mementingkan diri sendiri atau katakanlah egois, karena berpikir “yang penting itu karya dan kreasi saya”, pembaca mau mengerti atau tidak, itu urusan lain.
Harus menjadi patokan, syair/puisi/sajak adalah (seharusnya) media komunikasi antara penyair dan pembacanya. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang efektif dengan bahasa yang sama-sama kita pahami dan langsung dimengerti tanpa harus memecahkan kode/sandi terlebih dahulu. Kalau penyair, atas nama kebebasan berkarya dan berkreasi, menyulitkan pembacanya dengan bahasa dan kata-kata yang sulit dimengerti (apalagi menghilangkan kata/bahasa, yang sungguh sangat absurd), itu bukanlah penyair yang baik dan berkualitas, melainkan penyair yang kehabisan ide dan cuma cari sensasi saja.
Saya tetap bisa menikmati Chairil Anwar, Rendra, Sutardji CB, Linus Suryadi AG, Acep Zamzam Noor atau Soni Farid Maulana, karena apa yang mereka sampaikan dapat saya pahami langsung dan tetap menyampaikan kalimat indah dengan kata-kata ajaib, indah dan memukau. Khusus untuk Acep dan Soni, juga Godi Suwarna, saya lebih menikmati puisi-puisi mereka dalam bahasa ibu saya, Sunda.
Nulis bareng Pepih
TIPS MENULIS PAGI INI –
Apa itu “write tight” dalam menulis berita, khususnya saat menulis “lede” alias paragraf pertama berita? Jawaban yang paling mudah diingat adalah: “menyampaikan informasi sebanyak mungkin melalui kata-kata sesedikit mungkin”. Itulah hakekat menulis berita.
TIPS MENULIS SEBELUM TIDUR –
SIM A atau SIM C diperlukan jurnalis dan pewarta warga (citizen reporter) untuk mengejar berita menggunakan mobil atau sepeda motor, mencatatnya, kemudian menuliskannya. Tetapi satu syarat lagi yang penting dimiliki para penulis maupun jurnalis, yakni perlu memiliki SIM C-B dalam menulis. Apa itu SIM C-B dalam menulis? Tidak lain dari SIMplicity (sederhana), Clarity (jelas), dan Brevity (singkat). Selamat tidur dan selamat mengingat-ingat!
Nulis bareng Pepih
TENTANG IDE —
James Scott Bell dalam buku yang ditulisnya, “Plot and Structure” , memberi tips kepada penulis atau calon penulis mengenai bagaimana mengelola ide/gagasan sebagai bahan utama tulisan. Menurut Bell, jika ratusan ide memenuhi kepala kita, buanglah hal-hal yang tidak penting baik itu menyangkut orang, benda atau peristiwa, dan yang perlu kita lakukan cukuplah memelihara dan mengembangkan apa yang tersisa.
Nulis bareng Pepih
TIPS MENULIS PAGI INI —
Mari mengingat dan mengulang kembali cara membuka tulisan dengan “membetot” perhatian pembaca dengan beberapa teknik seperti yang telah saya kemukakan sebelumnya. Teknik repertoir itu ialah:
1. Percakapan (dialog)
2. Pernyataan (statement)
3. Masalah (problem)
4. Aksi (action)
5. Deskripsi orang (people)
6. Deskripsi tempat (place)
7. Deskripsi waktu (time)
Saya sudah mencontohkan mengenai repertoir tulisan menggunakan teknik percakapan atau dialog. Bagaimana dengan teknik pernyataan alias statement? Insya Allah saya lanjutkan dalam kesempatan berikutnya….
TIPS MENULIS SUBUH INI –
Ada sejumlah novelis yang mampu mengetik sampai 20 halaman sehari. Seorang penulis cerpen bisa menghasilkan minimal satu cerpen untuk kurun waktu yang sama. Bagaimana kita sebagai penulis pemula menghasilkan karya tulis? Mampu menyelesaikan satu halaman tulisan sudah sangat bagus. Kalau tidak bisa satu halaman, setengah halaman sudah lebih dari cukup. Bila tidak tahan setengah halaman, satu paragraf sudah lumayan, dan bila satu paragraf masih belum mampu, ya cukuplah satu kalimat sehari. minimal cukup untuk membuat status Facebook hari ini. Itu adalah cara kita melatih diri menuangkan pikiran ke dalam tulisan, sebab pada hakekatnya jauh lebih baik menulis satu paragraf di atas kerrtas atau layar komputer daripada menulis satu halaman di kepala. Selamat berkarya….
TIPS MENULIS AKHIR PEKAN –
Dalam menulis, jangan terlalu percaya BAKAT. Percaya saja pada NIAT. Bukan niat yang biasa, tetapi NIAT KUAT untuk menulis. Sekali berpikir menulis itu bakat, maka tidak akan pernah ada satu paragraf pun yang kita hasilkan. Bagi yang punya niat kuat menulis, anggaplah menulis itu BERENANG. Orang yang belum pernah berenang sekalipun, asalkan ada niat kuat untuk belajar berenang, pasti memilih kolam atau laut yang dangkal, tidak langsung air dalam. Kita bisa belajar mengapung sambil lihat-lihat orang yang sudah pandai berenang. Belajar menyelam untuk mengukur kedalaman. Setelah bisa mengapung, selanjutnya kita bisa memilih gaya apapun dalam berenang. Sangat penting dicatat adalah: mulailah MENCEBURKAN diri ke air untuk belajar berenang. Jangan takut tenggelam dalam menulis! Selamat berakhir pekan….
Nulis bareng Pepih
Mendengar dengan baik penuturan orang, mencatatnya di kepala, merekonstruksi kejadian dan peristiwanya, adalah amunisi lain untuk menulis. Artikel di bawah ini pernah saya tulis di Kompasiana, tetapi alangkah baiknya dibagikan di sini. Silakan!
Berharap Ada Syarif-Syarif Lainnya…
SABTU malam, 27 Desember 2008 lalu, terjadi kecelakaan kecil di sekitar pintu gerbang perumahan Vila Bintaro Indah, Jombang Ciputat, Tangerang. Sebuah kecelakaan kecil yang tidak penting, yang menempa salah seorang tetangga saya, Uripto. Waktu sudah merayapi angka 23.00 saat peristiwa itu terjadi. Namanya kecelakaan, tidak kenal waktu dan tempat, yang saat itu mestinya jalanan sudah lengang.
Uripto tengah membelokkan sepeda motornya ke arah perumahan itu ketika sebuah sepeda motor mendahuluinya. Si pengendara sepeda motor bisa mendahului Uripto, tetapi malang… ia tidak menyadari kalau tali tas pinggangnya tersangkut stang sepeda motor Uripto. Tetangga saya itu menjadi hilang kesimbangan, di samping kaget yang bukan alang kepalang. Ia terjatuh, terseret beberapa meter dengan posisi wajah menciup aspal segar. Uripto yang berbadan gempal pun hanya bisa telentang di tengah jalan dengan darah segar mengalir dari wajah dan mulutnya sebelum orang-orang datang menolongnya.
Saat saya menengok ke rumahnya, terdapat delapan jahitan di wajah dan gusinya. Ada beberapa gigi depannya yang tidak ingin berjoget tapi bergoyang, nyaris copot. Tumit kananya patah, tempurung di lututnya salah tempat (dislokasi), belum lagi lengan kirinya yang patah. Pendeknya, menderitalah tetangga saya itu. “Bagaimana dengan si pengendara sepeda motor Anda, Pak?” tanya saya saat Uripto berbaring di tempat tidurnya.
Dari sinilah cerita Uripto mengalir, yang memaksa saya menuliskannya kembali untuk Kompasiana….
Menurut penuturan Uripto, orang yang telah mencelakakan dirinya itu bernama Syarif, anak muda berusia sekitar 20-an tahun, bekerja di Timezone Cikokol, Tangerang. Syarif sendiri tidak menderita luka sedikitpun, bahkan tidak jatuh sejengkal pun. Ia tetap tegar dan sejatinya dapat melesat ke depan, meninggalkan korbannya yang terkapar karena ulahnya. “Saya tidak bisa melakukan apa-apa saat itu, kalau pun dia (Syarif) kabur, saya tidak akan mampu mengejarnya,” kenang Uripto ya ng saat itu ditemani istrinya, drg Noory.
Apa yang terjadi beberapa detik setelah kejadian saat jalanan sepi dan keadaan gelap? Syarif, si anak muda, berhenti dan langsung membelokkan motornya untuk menolong Uripto yang terkapar tak berdaya. Tubuhnya yang kerempeng mencoba menarik dan membalikkan tubuh besar Uripto. “Maafkan saya, Pak,” kata Syarif, sebagaimana ditirukan Uripto, sebelum kemudian orang-orang sekitar kejadian datang mengerubung. Sebagian malah sudah emosi dan ingin “menghabisi” -paling tidak-menghajar si penabrak, yaitu Syarif.
“Jangan, Pak,” Uripto mencegah orang yang sudah membuatnya sengsara itu dihajar massa. “Biarkan dia, Pak, dia sudah menolong saya,” pesan Uripto lagi ketika massa sudah ingin menyeret Syarif. Sebaliknya, Syarif menunjukkan kepasrahan dirinya sebagai manusia karena merasa dialah penyebab terjadinya kecelakaan itu. Barangkali dalam pikirnya, mati pun tidak jadi soal saat tanggung jawab sudah dipenuhi!
Sebagai rasa tanggung jawab, karena uang di dompet Syarif tidak mencukupi untuk pengobatan yang pasti mahal itu, Syarif merelakan sepeda motornya menjadi jaminan dan kemudian dititipkan di tetangga Uripto, Jaddid, yang tentu saja tetangga saya juga. Sepeda motor yang pasti sangat berharga buat kerja itu dititipkan sebagai jaminan. Sementara, Syarif pulang untuk meminta pertimbangan ayahnya yang tinggal di Banten. Malam itu Syarif pulang dengan menggunakan kendaraan umum yang beruntung masih ada melintas, meninggalkan sepeda motor lengkap dengan STNK-nya.
Tentu saja saya menyatakan prihatin atas kecelakaan yang menimpa Uripto. Akan tetapi, ada satu pelajaran berharga, sangat-sangat berharga, yang ditunjukkan anak muda itu, Syarif. Di tengah rasa tanggung jawab yang kian menipis di antara kita, di tengah sekumpulan massa yang biasanya berubah menjadi raja di jalanan, dan di tengah menipisnya solidaritas di antara sesama masih ada anak muda seperti Syarif yang mau bertanggung jawab penuh atas apa yang telah diperbuatnya, yang diyakininya salah dan menjadi penyebab celakanya seseorang.
Tidak sedikit orang terkapar di jalanan yang garang, yang tidak sedikit pula di antaranya meregang nyawa akibat korban tabrak lari. “Peduli amat dengan derita orang, yang penting gue selamat dan terlebih lagi nggak harus bayar ganti rugi,” demikian mungkin cara praktis untuk selamat sekaligus lari dari tanggung jawab yang menghinggapi banyak orang.
Nyatanya Syarif tidak. Syarif berbeda dengan kebanyakan para pelaku korban tabrak lari!
Sebagai penghargaan atas sikapnya yang gentleman, yang rasanya sudah sangat jarang ada di negeri ini, saya mendedikasikan tulisan Citizen Journalism ini untuk Syarif. Bahkan naluri jurnalistik saya mengatakan: saya harus mencari Syarif, anak muda berhati mulia ini, sampai dapat. Sekedar belajar menjadi gentleman dan belajar bagaimana cara bertanggung jawab yang sesungguhnya.
Citizen Journalism Project/by Pepih Nugrah
Nulis bareng Pepih
KENALI KHALAYAK PEMBACA —
Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk menanggapi postingan Kang Insan Purnama di lapak @Komunikasi Sastra mengenai adanya dua jenis pembaca, yakni Pembaca Model dan Pembaca Pendatang. Meminjam istilah komunikasi, yang sebut pembaca ini sebagai khalayak atau audiences.
Terima kasih telah memberi pemahaman saya akan adanya pembaca model dan pembaca pendatang. Saya teringat guru saya, sebuah buku komunikasi mengatakan, “know the audiences” (kenalilah khalayak). Meski para penulis/penyair diberi kebebasan untuk berekespresi sebebas-bebasnya, khususnya penyair yang menulis puisi, rumus “know the audiences” masih tetap dipakai, meski terkesan menggurui, ya, hehehe…
Saya analogikan, penyair yang hendak mengumpulkan puisinya dalam sebuah buku antologi atau bunga rampai, dia akan mengasumsikan pembacanya adalah Pembaca Model dan Pembaca Pendatang itu tadi. Tetapi coba kalau suatu waktu penulis/penyair diminta menulis untuk majalah wanita, majalah anak-anak, buku remaja/anak-anak, untuk buku ajar pegangan siswa-siswa. Maka mau tidak mau kita, para penulis/penyair akan “terikat” rumus “know the audiences” ini.
Penulis/penyair, meski dibekali senjata berkreasi sebebas-bebasnya, rupanya ada juga sesuatu “yang membatasi” kreasi berpikir mereka, karena dia harus mengetahui dan mengenali khalayaknya, yakni pembaca yang dituju. Untuk itu, karena menulis memerlukan media dan media punya karakter sendiri-sendiri berdasarkan usia, jenis kelamin, dan profesi, maka penulis perlu juga perlu memahami “know the medias”, kenali medianya.
Saya kira standard cerpen Majalah Femina dengan Harian Kompas akan berbeda. Juga standar puisi Harian Republika dengan Majalah Basis, misalnya, pasti juga berbeda. Bagaimana mengakali tulisan kita, opini atau puisi, bisa diterima media tertentu agar hasil karya kita segera dibaca khalayak, ya… mau tidak mau kita harus mengenali dua-duanya: kenali khalayak, kenali pula medianya.
Nulis bareng Pepih
BELAJAR MEREKONSTRUKSI –
Saya jarang menemui kesulitan saat memulai menulis, demikian pula menghadirkan ide tulisan. Maaf, bukan saya nyombong, ya! Menembus dinding tembok sulitnya memulai menulis adalah tantangan terbesar penulis, penulis debutan maupun kawakan. Meski segudang ide atau ratusan ilham hinggap di kepala, ia akan jadi fosil yang tak berguna jika tidak bisa memulai. Berkali-kali saya telah memberi tips tentang bagaimana memecah batu es sulitnya memulai menulis ini.
Kali ini saya ingin berbagi pengalaman bagaimana saya melahirkan ide dan mengalirkan percakapan lewat upaya merekonstruksi apa yang saya lihat. Hanya yang saya lihat dan amati. Caranya sederhana, saat saya memandang seseorang (bahkan sesuatu), saya mencoba merekonstruksi apa yang sedang dipikirkannya. Ini yang penting: apa yang sedang dipikirkannya!
Kelihatannya absurd, tetapi dengan cara demikian, terbuka peluang berbagai kemungkinan. Kalau saya melihat seorang Ibu di ruang tunggu bandara dengan merek-merek ternama melekat di tubuhnya, seorang gadis belia yang sedang melamun di dalam busway, atau saat mata terantuk memandang wajah hampa penjaja koran di simpang jalan, terbuka peluang bagi saya melahirkan ide.
Ambil contoh seorang remaja puteri di mal yang keluar masuk gerai-gerai mahal seperti Dolce Gabana, Zara, Bonia dan lain-lain, dimana di tangannya terkumpul kantong-kantong belanjaan, saya mulai berpikir sederhana: siapa remaja ini? Anak siapa dia? Kalau belanjaannya saja berkelas, pastilah mobilnya pun tidak sembarangan (bagaimana kalau ternyata dia naik ojek atau bajaj?). Siapa pula orangtuanya? (Lha, kalau dia ternyata anak koruptor?). Dan yang penting; apa yang dipikirkannya. Jangan-jangan dia berpikir tentang pesta malam minggu nanti. Seperti apa ya pestanya? Siapa tahu barang-barang yang dibelinya itu untuk hadiah buat pacarnya! ah, alangkah beruntungnya si pacar.
Bagaimana kalau saya merekonstruksi bahwa pacarnya itu seorang tukang ojek yang biasa mengantarnya ke sekolah kalau kepepet macet? Wah, menarik karena sudah bicara soal kelas. Bagaimana kalau hadiah itu untuk mantan pacarnya, yang kini sudah pergi mencampakkannya? Bagaimana kalau pacarnya guru les perempuannya? Aduh, semakin liar saja. Atau, ia belanja karena sekadar menghabiskan sisa jatahnya bulan ini. Wow, alangkah kayanya dia atau orangtuanya!
Bagaimana kalau saya merekonstruksi sebenarnya remaja itu hanya sebuah bayangan, sesosok arwah gentayangan, arwah gadis belia yang pada masa hidupnya suka belanja, tetapi dia terbunuh secara mengenaskan. Wah, wah, semakin tak terbendung ide ini. Dengan merekonstruksi gadis belia di mal saja saya sudah bisa memulai cerita remaja (teenlit), cerita misteri, drama kehidupan urban, gaya hidup hypermodern, atau bahkan cerita tragis.
Saya yakin, Anda akan menemui banyak orang dengan latar belakang dan gaya berbeda saat berpapasan di jalan atau saat Anda mengunjungi mal tadi, saat berada di ruang tunggu dokter, di salon, di panti asuhan, saat berpapasan dengan para pengendara motor gede HD, saat memandang wajah seorang anggota DPR di layar kaca, saat memandang mimik peminta-minta, dan seterusnya, yang semuanya tersedia dalam kehidupan sehari-hari.
Persoalannya, mampukah Anda, juga saya, menangkap satu sosok saja untuk saya rekonstruksi di alam pikiran saya, yang kelak melahirkan berbagai cabang ide sebagai modal awal untuk memulai sebuah tulisan? Rasanya tidak akan bisa kalau tidak dimulai. Anda baru setengah bisa jika sudah memulainya.
Untuk itu, mulailah belajar merekonstruksi dari sekarang
Nulis bareng Pepih
BERPIKIR KRITIS DALAM MENULIS –
Saat saya menyampaikan materi pelatihan menulis dimanapun, karena saya bukan akademisi dan lebih pas merasa diri sebagai praktisi, saya tidak terlalu suka dengan definisi yang umum termaktub dalam buku-buku ajar. Definisi hanya menyulitkan peserta saja, apalagi kalau harus menghapalnya. Untuk istilah “critical thinking” (berpikir kritis) dalam menulis, misalnya, saya tidak menjelaskannya verbatim atau secara definisi itu tadi. Saya lebih suka menunjuk saja pada prilaku atau perbuatan. Untuk menjelaskan apa itu berpikir kritis dalam menulis, kepada peserta saya mengatakannya secara sederhana, “Saat Anda bertanya, bertanya-tanya dan berusaha mencari jawabannya, itulah hakekat “berpikir kritis”. Dalam menulis, apapun yang Anda tulis, fiksi maupun nonfiksi, Anda harus menggunakan cara berpikir kritis ini. Ada banyak persayaratan sekaligus hambatannya. Tentu saja Anda harus membedakannya dengan berpikir kreatif, yang lebih mengedepankan visualisasi.
28 HAMBATAN BERPIKIR KRITIS –
Berpikir kritis dalam menulis itu syarat mutlak, conditio sine qua non. Seorang penulis yang tidak dipersenjatai pikiran kritis, akan tergelincir ke dalam tulisan yang penuh nyinyir, caci-maki, tidak logis, membabi-buta, penuh prasangka dan kebencian, menghasut, dan menebarkan permusuhan. Mengapa saya harus membagi tips ringan ini, sebab saya sedih dan prihatin, adasementara orang yang merasa dirinya hebat, jago berdebat, dan nampak seperti intelektual tulen, tetapi hasil ocehannya tak lebih dari penistaan dan kebencian tanpa syarat. Menyedihkan.
Tidak hanya untuk menulis, berpikir kritis juga diperlukan dalam berdebat. Kebetulan karena Facebook dan dunia maya saat ini biasa dijadikan ajang berdebat, maka setidaknya uraian ini cukup relevan. Ini sehat-sehat saja, sepanjang debat yang ditebar juga debat yang intelektual, bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, merujuk referensi pemikiran orang, bukan semata-mata mendesakkan kepada pihak lain inilah pemikiran orisinilnya, yang ternyata kopong semata. Debat kusir jadinya.
Saya ingin membagi tips hambatan-hambatan apa yang ada saat berpikir kritis. Banyaknya 28 poin, mungkin bisa lebih. Saya coba mengurai hambatan berpikir kritis pertama, yaitu:
1. KURANGNYA LATAR BELAKANG INFORMASI YANG RELEVAN
Ini adalah hambatan berpikir kritis yang pertama, kurangnya latar belakang informasi yang relevan. Latar belakang ini penting untuk mendudukkan perkara atas sebuah peristiwa, merekonstruksi kebenaran dan berani menyenyahkan benalu yang tidak relevan. Informasi yang harus dimiliki pun tentu saja harus relevan, tidak asal informasi jadi-jadian. Contoh sederhana, Anda ingin menulis atau berdebat mengenai betapa hebatnya seorang Ahmadinedjad, Presiden Iran yang sangat disegani itu. Katakanlah Anda dalam posisi setuju dan mengagumi.
Nah, untuk mendukung pendapat bahwa Ahmadinedjad orang hebat, Anda perlu referensi yang baik mengenai prestasi dan keberaniannya dalam menentang segala keangkuhan Barat dan Amerika Serikat. Tidak cukup bagi Anda mendukung kehebatan Ahmadinedjad dengan cerita-cerita sepotong dan puja-puji. Cari informasi yang relevan, misalnya Ahmadinedjad begitu gigih membela rakyat dan negaranya dengan program nuklir, yang membuat Amerika dan sekutunya gerah. Minimal bacalah buku “The Iran Threat: President Ahmadinejad and the Coming Nuclear Crisis”, atau paling gampang bukalah laman Wikipedia dengan katakunci “Ahmadinedjad”. Lumayanlah, latar belakang hidupnya cukup lengkap.
Informasi yang relevan tentang Ahmadinedjad sangat diperlukan untuk mendukung argumen atau pendapat bahwa dia memang orang hebat yang paling berani melawan Barat. Anda juga perlu informasi lainnya yang relevan dan mendukung masalah ini, misalnya menganalisa bertumbangannya para pemimpin di Timur Tengah dan Afrika. Betapa lemahnya mereka, sementara Ahmadinedjad adalah satu perkecualian. Bahwa Ahmadenadjad meskipun sudah digertak Israel dan Barat, tetap saja bergeming. Mengapa? Jawaban yang Anda kemukakan karena memiliki informasi yang relevan, akan sangat mendukung asumsi atau pendapat Anda itu, yang tidak semata-mata berisi puja-puji, sebagaimana saya sindir tadi.
Latar belakang informasi yang relevan juga diperlukan saat seorang jurnalis mengembangkan isu atau kolumnis menulis artikel tertentu. Saya terbiasa melakukan studi kepustakaan kalau hendak mengembangkan isu. Katakanlah isu mengenai kemungkinan perpecahan di tubuh KPK, tentu saja saya harus mengetahui seluk-beluk KPK dari A sampai Z, intrik-intrik di dalamnya, siapa para pimpinan teras KPK, siapa hakim, jaksa dan penyidik KPK. Aliansi atau bersimpati ke partai mana saja para pimpinan KPK itu (jika ada tendensi ke sana). Informasi yang relevan sangat penting agar isu yang saya kembangkan “make sense”, memberi pemahaman dan pengetahuan baru, dan yang paling penting mendudukkan persoalan dengan sebenar-benarnya.

Minggu, 08 Juli 2012

Hikmah Segelas Air Putih (Renungan untuk Umat Islam)

Berbicara fadhilah-fadhilah amal atau keuntungan amal seperti menyuguhkan air minum putih.
Semua orang boleh dan tanpa pantangan untuk meminumnya.Orang yang mengidap kencing manis boleh meminum air putih,pengidap darah tinggi pun boleh meminumnya.Air putih adalah minuman yang bisa diterima semua orang.
Bila kita saat silaturahmi dan menyampaikan nasihat agama berbicara masalah keimanan,Kebesaran Alloh Swt.,adanya kampung akhirat,indahnya syurga dan masalah di qubur dan neraka maka semua orang akan menyukainya.
Nilai-nilai pahala jika disampaikan kepada masyrakat akan membangkitkan gairah untuk beramal.Karena pada dasarnya setiap manusia senang berbicara keuntungan-keuntungan sebab normalnya manusia menghendaki hidupnya beruntung.
Seandainya kita berbicara KHILAFIAH atau saling mengklaim diri ketika silaturahmi,tentunya tidak semua orang akan menyukainya.Ibarat menyuguhkan secangkir kopi,bagi pengidap darah tinggi berbahaya.Teh manis bagi pengidap kencing manis juga berbahaya.
Memang untuk sementara waktu selama kita berda’wah sebaiknya tidak menyentuh masalah-masalah yang menjadi titik perpecahan ummat.Karena usaha untuk menyatukan hati umat itu sangatlah berat dan sulit.
Sekali lagi,jika sering berbicara kebaikan maka kesan kebaikan akan ada dalam hati kita.Pun jika sering berbicara kejelekan maka kesan kejelekan akan masuk ke dalam hati kita.
Sumber : Buku TAMSIL yang di sarikan dari bayan-bayan dan Mudzakarah para Da’i dan Ulama oleh Ustd. Abu Aufa Abdillah S.Pd.
Khuruj 40 hari.

Gambar :  http://www.google.co.id/imgres?q=jamaah+tablig&um=1&hl=id&sa=N&tbm=isch&tbnid=Psl5Cyxp1ZS_PM:&imgrefurl=http://attablighi.blogspot.com/&docid=eGz5qrBs__LPWM&imgurl=https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTkKxNo8Hj_EV6yA0D7wTF97yqRaQdTwwpbap4CW1rKje5MLaNSu6gc7RBd62x5KU42BiNaF-DZdTcldKJnDMPrBXEHnncaG3F8QaQzH8oSsmGzxCkoEkelm2itfWM-xmxXCG1-dtFGv0/s400/kapolda-tabligh.jpg&w=320&h=240&ei=Eaf5T7i7C4LnrAfv7qXKBg&zoom=1&iact=hc&vpx=965&vpy=144&dur=766&hovh=105&hovw=140&tx=174&ty=106&sig=114999102461801556021&page=1&tbnh=105&tbnw=140&start=0&ndsp=21&ved=1t:429,r:6,s:0,i:86&biw=1280&bih=557

Resimen Pelopor Pasukan Elite Yang Terlupakan

Sinopsis Buku:
Jauh di masa lalu ketika hiruk-pikuk mesin perang dan konfrontasi bersenjata masih meliputi air, udara, dan tanah Indonesia. Ketika Republik ini masih berusia seumur jagung, pada masa ketika pemerintah berjuang untuk mempertahankan keberadaan Republik yang masih belia ini dari serangan penjajah Belanda dan rongrongan para pemberontak dari tubuh Kepolisian Negara Republik Indonesia lahir sebuah pasikan khusus yang memiliki kemampuan dan keberanian menggetarkan. Sebuah pasukan yang dihormati oleh kawan dan disegani lawan.

Reputasi yang didapat pasukan ini bukan berasal dari serangkaian pencitraan, bukan pula mitos yang digaungkan melalui berbagai media seperti layaknya mitos-mitos pasukan khusus yang kita dengar sekarang ini, melainkan melalui rangkaian perjuangan panjang yang menuntut keuletan, keterampilan, ketabahan, ketahanan, keberanian, dan upaya yang terkadang melampaui prajurit, mengingat bahwa mau tidak mau mereka harus selalu siap diturunkan di berbagai medan. Namun, yang membedakannya, atau yang membuat mereka layak diberi sandaran sebagai pasukan khusus, adalah hasil dan keefektifan mereka dalam menjalanan tugas.
Pada masa kejayaannya, Resimen Pelopor, nama pasukan tersebut, merupakan sebuah “mesin perang” yang efektif dan efisien. Setidaknya, mereka merupakan gambaran ideal dari sebuah pasukan khusus: berani, berkemampuan tinggi, efektif, dan efisien dalam menjalankan tugas. Dimanapun mereka diturunkan, dimana pun mereka ditugaskan, para anggota pasukan ini seolah memiliki semboyan bahwa itu adalah penugasan terakhir mereka sehingga mereka memiliki semangat yang meluap-luap.
Sayangnya, gelombang sejarah menenggelamkan kesatuan ini dalam palung terdalam. Ketika terjadi pergantian penguasa, keberlangsungan pasukan ini pun seolah mereka tidak pernah ada. Yang lebih ironis lagi, kisah kehebatan mereka nyaris tak ditulis dalam sejarah dan hanya menjadi cerita pengantar tidur anak-anak, cucu, dan saudara terdekat para mantan anggota pasukan tersebut.
Inilah buku yang mengulas kisah para prajurit hebat yang terlupakan dan nyaris tanpa sejarah itu. Ditulis berdasar cerita, wawancara, dan sumber-sumber lainnya, buku ini berupaya merekonstruksi sejarah dan heroisme Resimen Pelopor, pasukan elit yang terlupakan.
Tentang Penulis:
Anton Agus Setyawan adalah seorang dosen dan peneliti dari bidang ekonomi dan majemen yang mempunyai hobi kemiliteran. Menyelesaikan S1 bidang manajemen dari Fakultas Ekonomi Univ. Muhammadyah Surakarta Th 1998 dan S2 bidang bid Manajemen dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM. Saat ini serdang menyelasaikan Studi S3 di bidang Manajemen di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.
Andi Muh Darlis adalah seorang anggota TNI. Menyelasaikan S1 di bidang Politik dari Univ hasannudin dan saat ini sedang menempuh Pendidikan S2 bidang Politik di Universitas Indonesia
Catatan: Kedua Penulis adalah anak dari para sesepuh MENPOR
anielldt.wordpress.com/2011/05/08/buku-resimen-pelopor-pasukan-elit-yang-terlupakan/

Milisi Sipil Yang Pernah Ada Di Poso

Dalam sejarah konflik di Poso para milisi sipil di dua komunitas bertikai punya peran yang cukup signifikan. Di suatu ketika menjadi pihak yang menolong masyarakat namun tanpa disadari implikasinya berubah menjadi bencana.
Pernah suatu ketika di Poso hanya dihuni para serdadu dan milisi sipil. Yang nampak oleh mata hanyalah sejumlah orang memakai baju putih- putih dan baju hitam-hitam dengan ikat kepala merah dikepala atau leher. Disamping itu terlihat juga pasukan warna loreng hijau sambil menenteng senjata. Situasi seperti itu mengingatkan kita saat gereja Katolik Santha Theresia di Meongko Baru dibakar massa. Ingatan itu juga masih membekas saat pesantren Walisongo di Kilometer sembilan, Desa Sintuwulemba diserang dan dibakar oleh kelompok penyerang. Penduduk laki-laki dipisahkan kemudian dibantai sedangkan kaum perempuan menglami penyiksaan dan pelecehan seksual. Poso kala itu menjadi ladang pembantaian manusia yang tidak tahu agenda konflik sebenarnya.
Dalam situasi yang sudah berada pada tahap krisis kemanusiaan itu para milisi sipil baik sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan masuk ke wilayah konflik itu. Alasannya hanya satu membantu saudaranya yang teraniaya. Alasan yang belum tentu mulia adanya.
Munculnya laskar-laskar ini baik Kristen maupun Islam punya keterkaitan dengan krisis ekonomi politik dan juga sosial yang terjadi negeri ini. Terhadap krisis politik di tanah air menjadikan tumbuhnya milisi-milisi yang siap digerakkan. Ada hubungan saling menguntungkan antara elite politik dan para milisi. Pada sisi ini hubungan dagang sapi dan saling mengkalaim menjadi sesuatu yang lumrah.
Elit politik membutuhkan dan sekaligus memanfaatkan - lebih tepatnya para laskar-laskar itu disebut kuda troya untuk kepentingan politik sesaat. Sementara laskar-laskar (milisi sipil) itu butuh dukungan politik dalam memainkan perannya dilapangan.
Hubungan mutual simbiolisme itu terlihat juga dalam bidang ekonomi. Maraknya bisnis pengamanan yang terjadi saat eskalasi konflik Poso meningkat. Dengan alasan melindungi warga para laskar Islam rela berhari-hari menemani dan menunggui warga yang hendak ke kebun untuk memetik coklat. Dibalik semua itu tentu ada imbalannya baik materi maupun dukungan solidaritas. Hal sama terjadi juga dilaskar Kristus. Mereka menjadi penjaga bagi ketakutan warga setiap saat. Hal yang sama dilakukan para aparat keamanan. Mereka memanfaatkan situasi yang tak mengenakkan itu menjadi pengawal perjalanan. Inilah bisnis militer yang paling kecil stadiumnya di daerah konflik seperti Poso.
Ini semua terjadi karena hukum tak pernah menyelesaikan persoalan warga Poso. Krisis hukum telah menciptakan rasa prustasi yang berkepanjangan. Kejahatan politik apalagi kemanusiaan di Poso tak pernah terselesaikan oleh hukum itu sendiri. Lihat saja data kekerasan di Poso tak pernah tuntas diselesaikan. Pada 1998 jumlah kasus terdapat 12 kasus yang terselesiakan hanya dua kasus. Tahun 2000 jumlah kasus meningkat lagi 38 perkara, yang diselesaikan hanya 14 yang dilipahkan ke penuntut umum. Selebihnya tak tertangani. 2001 124 perkara, terselesaikan hanya 5 perkara, termasuk kasus pidana mati Febianus Tibo Cs. Untuk tahun ini 2002 jumlah kasus yang teridentifikasi 78 perkara, namun dari 78 kasus ini belum satu pun yang terselasaikan, termasuk kasus penembakan warga Itilia bernama Lorenso Taddei di desa Mayoa. Pomana Selatan. Berikut ini laskar-laskar yang bermain di Poso.
Milisi Islam
Milisi Islam yang cukup terkenal adalah Laskar Jihad Ahlusunnah Waljamaah. Pimpinannya Ust Jafar Umar Thalib. Meski kemudian laskar ini dibubarkan sendiri oleh Pimpinannya. Milisi ini masuk ke Poso pada Agustus 2001. Sebelumnya mereka melakukan sowan ke sejumlah petinggi di provinsi Sulawesi Tengah, seperti gubernur dan ketua DPRD Sulteng.
Penampilan pasukan ini memang meyakinkan. Berjubah putih, pakai sorban ala Pangeran Dipanegoro. Menurut Wakil Panglima Laskar Jihad, Ayip Safruddin, jumlah pasukan yang diturunkan di Poso awalnya sekitar 600. Namun dalam perkembangannya laskar ini terus bertambah seiring konflik Poso makin menaik.
Penurut pengakuan Laskar Jihad saat itu, mereka masuk kewilayah Poso karena ingin membela kalangan muslim yang menurut mereka terusir dari kampung halamannya. Alasan yang sama saat mereka menuju Wilayah Maluku. Saat kedatangannya di wilayah Poso, kalangan muslim lalu menyiapkan persiapan-persiapan perang. Terbukti November 2001 konflik Poso meledak di lima desa Krsiten. Salah satu gerakan yang ditinggalkan Laskar jihad adalah membentuk satgas amar makruf nahi munkar. Sering melakukan swiiping bagi masyarakat kota Poso yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah Islam. Radio Bulava Poso pernah kena semprot karena tak menyiarkan azan magrib.
Selain Laskar Jihad, milisi Islam yang terkenal di Poso adalah Laskar Mujahidin. Laskar ini banyak menimba ilmu perang di Maluku. Laskar ini agak ekslusif karena penampilannya sama dengan Islam kebanyakan. Namun dalam gerakannya di Poso tak kenal kompromi. Mereka menciptakan sandi tersendiri, seperti orang Kristen di panggil Kongkoli, sebuah tumbuhan di Poso yang berakar banyak dan dipakai laskar kristus dalam penyerangan. Mereka banyak merekrut pemuda-pemuda Poso dan dididik menjadi militan. Mereka lalu membentuk benteng-benteng pertahanan dipinggiran kota Poso.
Untuk keperluan dilapangan laskar ini banyak membentuk faksi-faksi, seperti laskar Jundullah, Laskar Hisbullah dan Front Perjuangan Umat Islam Poso. Laskar ini sangat getol mewajibkan perempuan di Poso untuk menutup aurat (berjilbab). Mereka mewajibkan Perempuan Poso untuk menutup kepala dan laki-lakinya untuk berpeci. Saat konflik, mereka sering melakukan swiping bagi perempuan yang tidak menutup kepalanya.
Saat teror dan kekerasan terus menghantui warga Poso, tahun 2001, di Desa Malei Kecamatan Lage yang menjadi salah satu basis pertahanan laskar Mujahidin, seorang muslim asal medan, Parlindungan Siregar bersama dengan Omar Badon sangat aktif melakukan training bagi pemuda muslim poso di kamp-kamp pelatihan yang terseber dibeberapa tempat di Kecamatan Lage. Menurut beberapa sumber, Parlindungan Siregar adalah aktivis Salman dan pernah bekerja di IPTN[1]. Saat melanjutkan studi pasca sarjana di Spanyol, Parlindungan diregar berasal. yang iduga terlibat aksi pemboman di salah satu stasiun kereta api di spanyol. Saat konflik memanas di Desa Malei mereka mendirikan sebuah pos yang dijadikan benteng penghalau massa Kristen menyerang. Di Pos itu bertuliskan POS MUJAHIDIN MEDAN. Kata medan dapat berarti area tetapi dapat pula dimaknai sebagai ibu kota dimana Parlindungan Siregar berasal. yang jelas, penggunaan sandi-sandi operasi kerap digunakan oleh milisi layaknya suatu strategi operasi militer.
Laskar Islam lainnya, adalah Majelis Zikir Nurulkhairaat Poso. Pasukan ini dipimpin Ust Habib Saleh Al-Idrus. Datang ke Poso sejak peristiwa konflik Poso pertama 1998. Tujuannya menurut Habib Saleh seperti dilansir banyak media adalah berdakwah memperkuat aqidah umat.
Saat kota Poso dimasuki laskar Kristen pada Mei 2000, kelompok pengajian ini melakukan perlawanan. Dan Habib Saleh mengaku membunuh salah satu pimpinan kelompok Kristen, Ir. Adven L Lateka. Jumlah pasukan ini pada awalnya 60 orang saja, tapi kini makin bertambah.
Milisi Kristen
Tidak seperti laskar Islam yang tampil secara terang-terangan, laskar Kristus agak susah diidentifikasi[2]. Yang terang terangan hanyalah laskar Manguni. Pasukan ini berpusat di Manado, Sulawesi Utara dengan jumlah personil berkisar 700 orang. Di Poso pasukan ini disebut-sebut berbasis daerah Sepe - Silanca. Milisi sipil ini bermarkas di Manado Sulawesi Utara. Kabarnya laskar ini banyak dihuni oleh anggota militer yang dianggap desersi maupun yang sudah pensiun.
Dalam penampilan sehari-hari milisi ini banyak memakai baju dan celana hitam-hitam. Ikat kepala kain merah. Milisi ini memiliki divisi daerah yang membawahi cabang satgas-satgas.
Saat konflik Poso pada Mei 2000 laskar Kristus muncul tiga kelompok yang dikenal: Pertama, pasukan macan. Dilapangan pasukan ini agak gesit dalam menyerang. Tak kenal kompromi dan bergerak pada siang hari. Jumlah pasukan ini pada saat penyerangan bisa ratusan orang. Umumnya pasukan ini agak mahir dalam memainkan panah dan senjata organik. Kedua, pasukan Kelelawar. Kelompok ini bergerak pada malam hari dan terbagi dalam dua kelompok, hitam dan merah. Kelompok hitam berusaha menerobos sasaran yang dituju sedang kelompok merah berusaha menyisir masyarakat yang sudah lari ketakutan. Dalam penyerangannya dua pasukan tersebut di bantu pasukan kipas (sisiru). Pasukan ini adalah Pendukung massa Kristen dengan menggunakan daya magis yang mereka yakini.
Milisi lain yang terorganisir di warga Kristen di Poso adalah Ansimar (Angkatan Muda Sintuwu Maroso). Kelompok ini adalah kaum muda terpelajar kota Poso. Kelompok ini umumnya warga kelurahan Lombogia Poso kota. Saat kerusuhan Poso kedua (April 2000) rumah-rumah mereka dibakar massa sehingga terpaksa mengungsi ke Tentena. Disana mereka mengorganisir diri karena dendamnya terhadap warga Poso kota masih menyala.
Akankah milisi itu tetap langgeng dan hidup di masyarakat Poso? Bisa jadi kalau pemerintah hanya setengah hati mencari solusi atau aparat keamanan sudah tak lagi berwibawa. Dan yang paling terpenting adalah faktor mandulnya hukum dalam menyelesaikan koflik di masyarakat.
Kehadiran milisi ini hanya bisa dicegah bila hukum dan aparat keamanan serta pemerintah menjadi pelindung masyarakat dari berbagai persoalan yang muncul.

[1] Rinaldy Damanik, Tragedi Kemanusiaan Poso, Menggapai Surya Pagi Melalui Kegelapan Malam, cetakan ke-dua, 2003
[2] Pdt. Rinaldy Damanik dalam bukunya “Tragedi Kemanusiaan Poso, Menggapai Surya Pagi Melalui Kegelapan Malam, cetakan ke-dua, 2003 mengatakan “berulangkali dia didatangi eleh beberapa orang yang karena penderitaan yang dialami, mereka meminta agar aku menghubungi Brigade Manguni, Legium Christum dan Pemuda Permesta dari Manado Sulawesi Utara, untuk datang ke Poso dan sekitarnya membantu umat Kristen” Damanik kemudian tegas menolak desakan itu.


Sumber : Cops dari http://syamsulalamagus.blogspot.com/2007/04/milisi-sipil-di-konflik-poso.html

Sabtu, 30 Juni 2012

Aku Bangga Ayahku Seorang Anggota Brmob

Aku bergegas menemui Ayah yang baru pulang menyelesaikan tugas selama enam bulan di Papua.
Begitu bertemu dengan beliau,langsung aku memeluknya erat hendak melepas rasa kangen karena tidak bersama-sama dalam jangka waktu yang lama.
Diantara ketiga anaknya hanya aku yang paling dekat dengan ayah,ini lantaran cuma aku saja yang ketika lahir disaksikan langsung oleh ayah,berbeda dengan persalinan Kakak serta Adek yang turun ke dunia ketika ayah sedang bertugas.
Sebagai anggota Brimob,selama pengbdiannya selama hampir dua puluh tahun,kehadiran Ayah di rumah menemani kami,apabila ditotal jumlah waktunya mungkin total hanya sembilan tahunan.Sisanya beliau habiskan untuk berjuang demi keamanan Republik ini,setiap ada pergolakan dan kejahatan berintesitas tinggi,ayah dan rekan-rekannya selalu tampil terdepan menyelesaikannya,mulai daerah Aceh,Ambon,Sampit,Poso dan Papua pernah ayah injak.
Kakak lahir ketika ayah sedang berada di Aceh,waktu itu menjelang dua bulan kelahiran Kakak, Kompi tempat Ayah bertugas mendapat perintah mendadak untuk membantu rekan-rekannya yang sudah duluan bertugas di Aceh.Mau tak mau, sebagai tulang punggung keamanan negara Ayah harus rela meninggalkan Ibu yang tengah hamil tua, sebagai wujud konsukwensi ayah terhadap sumpahnya untuk selalu mengutamakn kepentingan negara diatas kepentingan pribadi.
Ibu berkisah bahwa ada cerita menarik ketika Ibu menyambut kedatangan Ayah setelah Pulang dari Aceh selama hampir satu Tahun lebih,Kakak yang waktu itu masih belajar bicara dibawa oleh Ibu,dengan digendong untuk sama-sama bertemu Ayah di Pelabuhan.
Ketika Ayah tiba dan menghampiri mereka berdua hendak mencium Kakak yang dipangku Ibu,tiba-tiba si Kakak berbicara terbata-bata memanggil Ayah dengan sebutan Om,tentunya Belau hanya bisa tersenyum geli sekaligus sedih mengalami peristiwa itu,Ayah tau selama ini mungkin sosok lelaki dewasa yang menggoda serta menciumi si kakak bayi selama Ayah pergi hanyalah om heri,om ketut dan om togar yang menjadi tetangga rumah,jadi si Kakak mengira sosok yang menciumnya adalah Om-om itu yang kebetulan tidak pergi bertugas.
Nasib kelahiran adek sedikit lebih beruntung,karena setelah dua minggu adek lahir,Ayah sudah pulang tugas dari Ambon.
Ibu bercerita hanya akulah yang tidak mengalami kisah seperti kedua saudaraku,selama ibu mengandung hingga melahirkan aku,Ayah sedang berada di rumah setia menemani Ibu.Itu karena Ayah kebetulan ditunjuk sebagai mentor pembinan anggota yang sedang magang,makanya ayah sangat dekat dengan aku kerena beliaulah yang menina bobokan aku sampai usiaku hampir tiga tahun.
Saking dekatnya aku jadi sangat manja kepada Ayah,merasa kehilangan apabila beliau pergi,bingung karena tidak ada yang membantu apabila mengerjakan tugas dari Sekolah.
Suatu ketika aku pernah bertanya kepada Ayah, kenapa tidak seperti ayahnya Fani teman sekolahku yang kebetulan adalah Seorang anggota Polisi Juga,tetapi tidak pernah bepergian ke luar pulau,dan kantor tempat kerjanya pun dekat di Polres yang bersebelahan dekat sekolahku.
Mendengar pertanyaan itu,Ayah tersenyum serta menjelaskan bahwa Ayahnya Fani dan Ayah itu berbeda tugas meskipun sama-sama berbaju cokelat.
Banyak nasihat yang ayah berikan kepadaku,meskipun beliau jarang bersama kami,ketika berada di rumah beliau selalu menyempatkan waktu untuk mengajari hal hal tentang kebaikan kepada Istri dan Anak-anaknya.
Meskipun hidup kami sederhana,tetapi dengan gajih yang beliau terima cukup untuk membiayai hidup kami sekeluarga.
Aku sangat salut pada beliau meskipun hanya makan dari gaji,tapi tak pernah kusaksikan beliau melakukan perbuatan-perbuatan tidak terpuji dengan meksud menambah penghasilannya di luar upah yang dia terima dari dinas,selain karena ibu selalu cerewet bertanya tentang asal - asul uang yang dia terima,Ayah juga dengan latar belakang pendidikan orang tuanya sangat teguh memegang prinsip kebenaran.
Ayah terlihat sangat bangga dan mencintai pekerjaannya, makanya beliau sangat menjaga perbuatan-perbuatan yang dapat merusak citra kesatuannya,beliau selalu berkata bahwa meskipun hidup kita sederhana tetapi jangan sampai hati kita ikut menjadi sederhana juga.
SELAMAT HUT BHAYANGKARA KE 66
TANGGAL 1 JULI 2012

Jumat, 29 Juni 2012

Mitos Kostum dan Juara Piala Eropa

Salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia pernah membahas tentang mitos warna kostum yang akan menentukan jawara di Piala Eropa.
Mitos itu menjelaskan bahwa setiap warna kostum yang dikenakan juara Piala eropa selalu sama dengan warna kostum yang di pakai juara Liga champion Eropa.
Hal ini mulai terjadi ketika Piala Eropa digelar di Portugal pada tahun 2004.Pada waktu itu Yunani keluar sebagai juara setelah di final mengalahkan Portugal dengan menggunakan kostum putih bergaris biru.
Di tahun itu pula FC porto yang waktu itu di motori The Special One Jose Mourinho keluar sebagai jawara Liga Champion dengan mengandaskan Monaco.Club asal Portugal itu mempesona memakai kostim biru pula.
Masih ingat kan juara Piala Eropa tahun 2008 ? Dimana Spanyol dengan gol semata wayang Fernando Torres menguburkan impian Michael Ballack dan kawan-kawan yang menjadi wakil Jerman di Final.Saat itu tim matador menggunakan kaos kebanggaan negaranya yang berwarna merah.
Begitu pula Manchester United yang di Tahun 2008 dengan kostum merahnya menjadi jawara Eropa di ajang Liga Champion setelah adu tos-tossan di Final dengan Chelsea.
Di tahun 2012 ini juara Liga Champion adalah Chelsea yang kebetulan memakai kostim biru ketika bertemu dengan Bayer Munchen di final beberapa bulan lalu.
Nah sekarang tim yang mengenakan Kostim biru di Final piala Eropa adalah Italia,setelah mempesona di semi final dini hari tadi mempermalukan Jerman yang lebih di unggulkan dengan skor 2 : 1 !! Andrea Pirlo Dkk berhak melaju ke final menantang tim Matador Spanyol.
Seperti kata pepatah bahwa bola itu bundar,karena sifatnya segala hal yang tidak mungkin bisa terjadi,mungkin Spanyol di atas kertas lebih di unggulkan dari pada Itali.Tapi jangan lupa Italia dengan segala misterinya mampu melawan arus perkiraan dengan membuktikannya tadi malam.
Kembali ke kostum lagi,munginkah dengan mitos Kostum tadi negara pizza itu dapat keluar sebagai juara Eropa tahun ini??
Kita tunggu hasilnya pada Senin dini hari nanti tanggal 2 juli 2012…….
Forza Italia !!!

Artikel Pribadi di Kompasiana “Di-copy Paste” Orang Lain?? Bangga atau Dongkol??

Saya iseng-iseng buka google dengan niat mau nyari akun kompasiana kepunyaan sendiri dengan cara mengetik salah satu judul artikel yang baru di buat dan dipublikasikan tadi siang.
Pas om google nayangin hasil kerjanya,nampak ada tiga baris tayangan yang sama persis dengan judul artikel hasil buah pikiran saya sendiri.
Baris pertama yang di klik menunjukan ke situs kompasiana dengan cekatan langsung diantar ke lapak tempat tulisan saya di muat,sebagai orang yang baru belajar menulis menyaksikan artikel buatan sendiri bisa di cari lewat google bagi saya pribadi ada perasaan senang tersendiri,apalagi dengan sampai bisa menjadi bermanfaat.
Di baris kedua tayangan google nampak artikel saya di muat di situs “bacadulu”,akan tetapi situs tersebut seperti berfungsi mesin pencari yang bersifat “tangan kedua” dari om google”,ini basa saya analisis bahwa situs bacadulu langsung mengajak kita berkunjung ke Kompasiana.
Tetapi yang membuat saya kaget,pas membuka baris ketiga dari hasil pencarian google.Ketika saya klik langsung diajak ke blog pribadi milik seseorang.
Blog tersebut menayangkan tema tulisan hampir mirip dengan artikel yang saya publikasikan tadi siang,hanya berbeda judul dan ditambah sedikit ilustrasi yang menjelaskan maksud dan tujuan isi artikel.
Entah kebetulan atau tidak,sebagian besar tulisan dalam blog itu saya berani mengklaim bahwa itu adalah hasil buah pikiran saya pribadi.Bagaimana tidak tulisan itu ibarat anak kita sendiri karena rawat dari kecil,kita tahu betul sifat dan tanda-tanda yang ada pada anak kita.
Mengetahui hal ini, di satu sisi saya merasa sedikit bangga bahwa,ternyata masih ada orang yang memperhatikan tulisan saya yang penuh dengan kekurangan dengan meng copy paste ke blognya.
Cuma saya sedikit khawatir,cemas jangan-jangan malah saya yang dituduh Plagiat,karena bagaimana pun blog yang mencopy paste itu lebih menarik dan lengkap desainya dari pada artikel saya dengan ditambahkan ilustrasi yang cukup menuduh saya menjadi seorang peniru.

Harimau Yang Di Asuh Rusa ( Tamat )

Harimau itu segera mengendap-megendap di semak belukar,ingin meyakinkan dirinya dengan sosok misterius yang mirip dengan dirinya.
Setelah jarak pandangnya dekat,dengan jelas dia yakin bahwa sosok misterius di seberang sungai itu adalah seekor harimau muda yang sedang menyendiri,dia pun segera menghampiri harimau muda itu dengan berenang menyebrangi sungai,dia tak habis pikir kenapa seekor harimau muda bisa selamat dan bertahan di tengah ribuan rusa yang menjadi musuhnya.
Mengetahaui ada binatang yang mendekatinya,harimau muda itu terkejut hendak melarikan diri,dia merasa ketakutan melihat seekor binatang dengan raut muka yang bengis dihiasi sepasang taring di mulutnya,harimau mudapun nampak bergetar ketika melihat cakar tajam di kedua tangan makhluk itu,dia pun segera bangun untuk bersiap mengambil langkah seribu.
Tapi binatang itu segera meloncat dan mencegah niatan harimau muda itu untuk melarikan diri.
Dengan ketakutan harimau muda itu bertanya maksud kedatangan mahkluk itu,lalu harimau dewasa menjawab dengan nada halus dan melarangn harimau muda untuk tidak takut karena dia tak hendak menyakitinya.
Harimau dewasa pun langsung bertanya identitas harimau muda,dengan seksama setelah hilang rasa takutnya dia menjelaskan bahwa dia adalah seekor rusa,harimau muda pun tak segan mencurahkan isinya bahwa ia bersedih karena tidak mempunyai tanduk seperti rusa-rusa yang lainnya hingga ia mengucilkan diri karena dicemooh dan di samakan layaknya rusa betina.
Mendengar jawaban itu,harimau dewasa dapat menyimpulkan sekaligus mendapat jawaban kenapa ada seekor harimau bisa hidup di tengah musuhnya,harimau dewasa pun maklum mengetahui sikap harimau muda yang tidak menyadari siapa dirinya bahkan merasa sebagai seekor rusa.
Lalu berkomentar lah sang harimau dewasa dengan bijaksana,menjawab keluhan harimau muda dengan menjelaskan bahwa dia bukan seekor rusa dan tak perlu bersedih karena tidak memiliki tanduk yang panjang seperti mereka,dia menambahkan bahwa harimau muda itu adalah sebangsa dengan dirinya,hewan paling kuat di hutan manapun.Harimau dewasa pun memaparkan bahwa seekor harimau tidak memiliki tanduk,tapi di anugerahi sepasang taring dan cakar-cakar yang kuat,sehingga ditakdirkan sebagai raja hutan.
Mendengar itu harimau muda membantah penjelasan harimau dewasa itu,dia menyangkal bahwa dia sebangsa dengan makhluk asing di hadapannya,harimau muda itu tetap pada pendiriannya bahwa dia adalah anak rusa yang dibesarkan dengan kasih sayang oleh bapaknya si rusa jantan.
Lalu harimau dewasa itu mengajak juniornya ke sungai hendak membuktikan semua pendapatnya dengan cara berkaca di sungai.
Setelah tiba di sungai maka bersama-sama lah dua makhluk sejenis itu berkaca di atas air.Alangkah terkejutnya ketika harimau muda itu melihat bayangan dirinya tidak jauh berbeda dengan harimau dewasa di sebelahnya,sepesang taring dan garis belang di wajah nya cukup meyakinkannya bahwa dia sejenis dengan harimau tua.
Harimau dewasa tersenyum menyaksikan reaksi harimau muda setelah menyaksikan apa yang ia lihat,dia pun segera menasihati dan menyuruhnya untuk mengaum berteriak sekencang-kencangnya di depan satu kawanan rusa yang sedang mencari rumput yang berada tidak jauh dari tempat mereka berada,untuk lebih meyakinkan ke-harimauan-nya.
Tanpa ragu harimau muda itu langsung berlari ke arah kawanan rusa,dan mengaum sekencang-kencangnya hingga terdengar ke seluruh hutan,para rusa berlari terbirit-terbirit ketakutan mendengar auman harimau dan mengira ada serangan mendadak dari para harimau.
Harimau muda tersenyum puas merasa bangga mengetahui jati dirinya yang sebenarnya,bahwa dirinya bukan seekor rusa tapi dirinya adalah binatang terkuat yang ditakdirkan untuk menjadi raja di hutan.
Setelah selesai melakukan latihan ‘menjadi macan’,lalu harimau muda bertanya maksud kedatangan harimau dewasa ke hutannya.Harimau tua mulai mencerikan apa yang terjadi di masa lalu antara bangsa harimau dengan bangsa rusa,dia pun mengutarakan niatnya hendak membalas menyerang mempertahankan harga dirinya.
Mendengar itu harimau muda langsung mengerutkan dahi mencegah akan niatan para harimau,dengan menyimak kejadian di masa lalu harimau muda menyimpulkan bahwa para rusa tidak bersalah sama sekali,dia menambahkan bangsa mana yang mau dijajah dan diperbudak oleh bangsa lain di tanahnya sendiri,apalagi mereka tidak bersifat jahat kepada dirinya yang lemah lemah pada waktu itu,para rusa mengurusnya dengan rasa kasih sayang tanpa di beda-bedakan dengan anak -anak rusa yang lainnya.
Harimau muda menyarankan kepada harimau dewasa untuk kembali dengan pasukanya menghadap raja harimau,menyuruhnya untuk menceritakan kebaikan para rusa kepada dirinya.Dia juga menambahkan bahwa para rusa sekarang di lindungi oleh seekor harimau yaitu dirinya sendiri dan mungkin mendengar hal itu,raja harimau akan berbijaksana membatalkan niat balas dendam ke hutan itu.Karena tidak mungkin harimau akan menyerang hutan yang terdapat sesekor harimau.
T A M A T

Harimau Yang Diasuh Rusa ( Part lV )

Dengan hancurnya sarang harimau yang menjadi lambang kekuasaan harimau di hutan tempat rusa hidup, maka berakhirlah masa pendudukan kaum bercakar itu setelah puluhan musim menindas bangsa rusa di hutannya sendiri.
Sang rusa jantan sosok binatang yang mampu menyatukan seluruh kawanan rusa sekaligus pemimpin perlawanan terhadap para harimau,mulai memeriksa puing-puing reruntuhan sarang harimau yang telah hancur akibat diserang oleh anak buahnya.
Satu-persatu sang rusa jantan juga memeriksa bangkai-bangkai harimau yang telah berhasil di bunuh,lalu dia memerintahkan para anak buahnya untuk menghormati bangkai-bangkai tersebut,menguburkannya dengan layak.
Kebesaran hati sang rusa jantan dalam memperlakukan mausuhnya sungguh membuat kagum para rusa yang lainnya,meskipun telah lama di perlakukan dengan kejam oleh para harimau,tapi tidak terbesit sedikit pun rasa dendam dari hatinya.
Ketika para rusa sedang sibuk membereskan semua kekacauan,tiba-tiba terdengar suara jeritan melengking dari balik tumpukan runtuhan dinding bekas sarang,suara itu terdengar sedih seperti meratapi sesuatu.
Segera sang rusa jantan memeriksa dengan mengangkat semua tumpukan yang menutupi sumber suara,dia nampak terkejut ketika mengetahui sumber suara tadi adalah se ekor anak harimau yang terluka dan kesakitan.
Mengetahui itu, beberapa anak buahnya telah bersiap menghunus tanduknya,berancang-ancang hendak membunuh anak macan tersebut,sontak harimau cilik itu langsung ketakutan.Tapi sang rusa jantan malah melarangnya,dengan tersenyum bijaksana dia mengatakan bahwa itu hanya seekor anak harimau yang tidak berdaya dan tidak mengetahui apa-apa,sambil mengangkat harimau itu dia mengutarakan niatnya hendak memelihara dan merawat harimau itu.
Beberapa ketua kawanan nampak kurang setuju dengan maksud sang rusa jantan tadi,salah satu ketua kawanan berkomentar bahwa suatu saat harimau kecil itu tumbuh dewasa dan mungkin kembali buas seperti hakekatnya jadi salah ketua kawanan itu menyarankan untuk mengurungkan niat sang rusa jantan.
Sang rusa jantan dengan halus membenaran tindakanya,dia mempunyai niat mengurus anak harimau tersebut dengan diajari berperilaku seperti rusa,dia yakin cara itu dapat mencegah timbulnya sifat buas si harimau kelak.
Maka di peliharalah harimau malang tadi oleh sang rusa jantan.di satukan dengan anak-anak rusa yang lainnya tanpa membeda-bedakan pemberian rasa kasih sayang.
Musim berganti setelah masa penjajahan harimau berlalu,perdamaian dan kemakmuran meghinggapi hutan para rusa itu tinggal.Sang rusa jantan tidak silau akan masa yang terjadi saat ini,seakan belajar dari sejarah masa lalu dia tetap waspada akan ancaman para harimau yang dapat melarikan diri waktu itu,yang mungkin bisa menyerang dengan tiba-tiba dengan jumlah yang banyak.
Sementara itu anak harimau yang diurus oleh rusa jantan tumbuh seperti rusa,dia bermain-main dengan anak rusa lainnya seolah merasa bahwa dia itu adalah satu jenis dengan para rusa.
Suatu hari ketika harimau itu sedang bermain di padang rumpu dengan teman-teman rusanya seperti biasa,dia menyaksikan para rusa sebayanya beramain perang-perangan dengan saling beradu tanduk yang baru tumbuh dikepalanya.
Harimau ingin bermain seperti temannya,tapi ia sedih karena tidak mempunyai tanduk seperti yang lainnya,bahkan ia dicemooh oleh para anak rusa,kalau dia itu seperti rusa betina karena tidak mempunyai tanduk.
Kontan saja anak rusa itu nampak terpukul menghadapi kenyataan itu,direndahkan layaknya rusa betina,dia tidak menyadari bahwa dia adalah seekor harimau yang tidak di anugerahi tanduk,dia diciptakan sebagai kesatria petarung dengan taring dan cakar yang kuat melebihi tanduk para rusa.akan tetapi karena dibesarkan dan didik oleh para rusa dia tidak mengatahui kekuatan besar yang terdapat dalam dirinya.semenjak peristiwa itu dia menarik diri dari kawanan.
Di lain tempat sisa para harimau yang berhasil melarikan diri dari peristiwa penyerangan rusa waktu lalu telah kembali kuat,selama di “pengasingan” jumlah mereka menjadi banyak ditambah dengan persekutuan dari kawanan harimau dari berbagai penjuru.
Para harimau seolah tidak terima bisa dikalahkan oleh para herbivora,selama di pengasingan mereka hidup dengan dendam dan rasa malu,bertekad membalas kekalahan yang telah mereka terima.
Dikirimlah beberapa harimau unruk menjadi pasukan pemyerang pertama,sekaligus pembuka jalan untuk pasukan induk,ditambah sebagai pengamat situasi terakhir kehidupan para rusa.
Singkat cerita pasukan pertama itu telah tiba di hutan yang akan mereka perangi,segera beristirahat dan mendirikan tempat pengintaian di sisi sungai yang menjadi batas hutan dengan dunia luar.
Salah satu harimau pergi ke sungai hendak melepas dahaga setelah berhari-hari menempuh perjalanan yang panjang.
Tapi alangkah terkejutnya si harimau tadi,ketika melihat sesosok binatang belang di seberang sungai dengan posisi membelakanginya.
Bersambung…

Harimau Yang Dasuh Rusa ( Part lll )

Setelah sekian lama berhasil menguasai dan memperbudak bangsa rusa,para harimau menjalani kehidupan dengan bermewah-mewahan,bermabuk kekuasaan menikmati semua kemenangan.
Apalagi yang mau di cari pikir para harimau,semua musuh sudah takluk dan rela di perbudak,Raja Harimau sebagai pimpinan mereka merasa jumawa tidak peduli dengan semua ancaman musuh yang kemungkinan bisa menyerang kapan saja.sang raja hanya sibuk mengurusi para gundik koleksinya di dalam sarang yang hangat serta nyaman.
Para Kesatria harimau yang gesit dan kuat ketika bergerak,ditambah dengan senjata alaminya cakar serta taring,seperti lupa akan hakikat mereka yang diciptakan sebagai petarung yang diwajibkan berlatih untuk memelihara kemampuannya.Mereka bersikap malas dengan berleha-leha,badan menjadi gemuk dan gerakan lamban karena waktu yang ada hanya mereka habiskan dengan
berlomba-lomba mencari kesenangan.
Situasi seperti di atas tidak jauh berbeda menimpa para serigala yang yang diperintah raja untuk memantau layaknya seperti intel,
tugas yang menjadikannya tulang punggung untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa harimau otomatis mewajibkan pera serigala untuk waspada melaporkan semua hal-hal yang dapat menjadi ancaman.
Tetapi para telik sandi ini sepertinya lalai,hanya terpaku mengumpulkan jatah makanan untuk memperkaya mereka.
Laporan yang mereka buat untuk raja terkesan asal-asalan,bahkan berani memberi laporan palsu dengan mengklaim bahwa tidak akan terjadi penyerangan dari para rusa hingga jangka waktu yang lama.
Intinya situasi kehidupan harimau ibarat pisau yang tak pernah di asah,tumpul tak berguna,hanya nama besar “bangsa harimau” yang tersisa.
Sementara itu di sebuah tebing,satu-satunya tempat para rusa di hutan itu yang tidak dapat dikuasai harimau,hiduplah seekor rusa jantan.
Semenjak di lahirkan,rusa jantan itu terbiasa hidup menderita di bawah bayang-bayang para Harimau.Dia pun menyaksikan kehidupan bangsanya yang besar diperbudak oleh pemangsa.
Sang rusa yang mempunyai jiwa pemimpin ini sangat kuat dalam petarung,karena ditempa dengan kehidupan keras di tebing,dia juga sadar sebenarnya dengan jumlah yang besar dari bangsanya tentu apabila bersama-sama dapat mengusir para karnivora itu dari hutan yang menjadi hak nya.
Setelah berpikir keras dia sadar harus bisa menyatukan semua kawanan rusa yang terpecah belah di hutan untuk bersatu,bahu membahu mengatasi para agresor dengan alasan musuh bersama.
Dari sebuah tebing sang rusa pun menemuai semua kawanan rusa dengan menyampaikan maksud dan rencananya.Meyakinkan sebuah persatuan kepada bangsa yang sudah lama diperbudak adalah suatu pekerjaan yang sulit untuk sang Rusa jantan itu,rasa egois membanggakan kawanannya masih menghinggapi para ketua kawanan,ditambah mental pengecut mempunyai rasa rendah diri dalam menghadapi ke adidayaan para harimau.

Dengan kharisma yang dipunyai sang rusa jantan akhirnya dia dapat meyakinkan semua ketua kawanan rusa untuk sepakat bersatu menyatukan tekad membebaskan hutan mereka dari para pemangsa.
Segera setelah memobililasi semua rusa,dia pun merencanakan penyerangan langsung ke sarang rusa,apalagi dia pun mengetahui situasi kehidupan para harimau yang sudah tidak seperti dulu,ketika pertama kali para harimau tiba menyerang ke hutannya.Sang rusa yakin akan kemenangan dalam penyerangan ini,dengan jumlah mereka yang sangat besar dan keadaan lemah para harimau,pastinya bisa dengan mudah membebaskan hutan dari tangan-tangan yang bercakar.
Di hari yang ditentukan,dengan jumlah rusa yang banyak, berangkatlah ribuan rusa itu ke sarang para harimau di pimpin langsung sang rusa jantan.Dengan strategi perang darat penyerangan kilat pasukan rusa pertama-tama membantai semua serigala yang berada di garis paling depan para harimau.
Setelah semua serigala di habisa oleh rusa,sang pemimpin berniat mengepung sarang harimau dari berbagai penjuru.Maka diperintahkanlah para ketua kawanan dengan pasukanya untuk menempati daerah persiapan penyerangan.
Dengan aba-aba dari sang rusa jantan,semua rusa dari berbagai penjuru pun menyerang ke arah sarang serigala dengan semangat yang menyala-menyala.
Para harimau yang terkejut mendapat serangan tiba-tiba dari para rusa,tidak dapat berbuat banyak ketika mendapatkan tusukan tanduk-tanduk tajam yang di ayunkan ribuan rusa secara bersamaan.
Perlawanan yang diberikan para harimau pun menjadi sia-sia pasrah merelakan mereka mati satu persatu-persatu dekeroyok para rusa.
Sarang harimau hancur di lumat rusa,hampir semua harimau tewas tak berdaya mengahadapi serangan sporadis para rusa,hanya sedikit harimau yang dapat selamat melarikan diri,menyingkir dari hutan itu.
Harimau yang selamat melarikan diri tanpa membawa harta benda apalagi anak dan istrinya,mereka sadar akan ketidak waspadaannya selama ini telah keluar jalur yang ditetapkan sebagai petarung akibat terlena oleh kenikmatan kekuasaan,hingga dengan mudah dapat di kalahkan oleh kawann herbivora yang tidak mempunyai cakar dan taring.