Minggu, 08 Juli 2012

Milisi Sipil Yang Pernah Ada Di Poso

Dalam sejarah konflik di Poso para milisi sipil di dua komunitas bertikai punya peran yang cukup signifikan. Di suatu ketika menjadi pihak yang menolong masyarakat namun tanpa disadari implikasinya berubah menjadi bencana.
Pernah suatu ketika di Poso hanya dihuni para serdadu dan milisi sipil. Yang nampak oleh mata hanyalah sejumlah orang memakai baju putih- putih dan baju hitam-hitam dengan ikat kepala merah dikepala atau leher. Disamping itu terlihat juga pasukan warna loreng hijau sambil menenteng senjata. Situasi seperti itu mengingatkan kita saat gereja Katolik Santha Theresia di Meongko Baru dibakar massa. Ingatan itu juga masih membekas saat pesantren Walisongo di Kilometer sembilan, Desa Sintuwulemba diserang dan dibakar oleh kelompok penyerang. Penduduk laki-laki dipisahkan kemudian dibantai sedangkan kaum perempuan menglami penyiksaan dan pelecehan seksual. Poso kala itu menjadi ladang pembantaian manusia yang tidak tahu agenda konflik sebenarnya.
Dalam situasi yang sudah berada pada tahap krisis kemanusiaan itu para milisi sipil baik sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan masuk ke wilayah konflik itu. Alasannya hanya satu membantu saudaranya yang teraniaya. Alasan yang belum tentu mulia adanya.
Munculnya laskar-laskar ini baik Kristen maupun Islam punya keterkaitan dengan krisis ekonomi politik dan juga sosial yang terjadi negeri ini. Terhadap krisis politik di tanah air menjadikan tumbuhnya milisi-milisi yang siap digerakkan. Ada hubungan saling menguntungkan antara elite politik dan para milisi. Pada sisi ini hubungan dagang sapi dan saling mengkalaim menjadi sesuatu yang lumrah.
Elit politik membutuhkan dan sekaligus memanfaatkan - lebih tepatnya para laskar-laskar itu disebut kuda troya untuk kepentingan politik sesaat. Sementara laskar-laskar (milisi sipil) itu butuh dukungan politik dalam memainkan perannya dilapangan.
Hubungan mutual simbiolisme itu terlihat juga dalam bidang ekonomi. Maraknya bisnis pengamanan yang terjadi saat eskalasi konflik Poso meningkat. Dengan alasan melindungi warga para laskar Islam rela berhari-hari menemani dan menunggui warga yang hendak ke kebun untuk memetik coklat. Dibalik semua itu tentu ada imbalannya baik materi maupun dukungan solidaritas. Hal sama terjadi juga dilaskar Kristus. Mereka menjadi penjaga bagi ketakutan warga setiap saat. Hal yang sama dilakukan para aparat keamanan. Mereka memanfaatkan situasi yang tak mengenakkan itu menjadi pengawal perjalanan. Inilah bisnis militer yang paling kecil stadiumnya di daerah konflik seperti Poso.
Ini semua terjadi karena hukum tak pernah menyelesaikan persoalan warga Poso. Krisis hukum telah menciptakan rasa prustasi yang berkepanjangan. Kejahatan politik apalagi kemanusiaan di Poso tak pernah terselesaikan oleh hukum itu sendiri. Lihat saja data kekerasan di Poso tak pernah tuntas diselesaikan. Pada 1998 jumlah kasus terdapat 12 kasus yang terselesiakan hanya dua kasus. Tahun 2000 jumlah kasus meningkat lagi 38 perkara, yang diselesaikan hanya 14 yang dilipahkan ke penuntut umum. Selebihnya tak tertangani. 2001 124 perkara, terselesaikan hanya 5 perkara, termasuk kasus pidana mati Febianus Tibo Cs. Untuk tahun ini 2002 jumlah kasus yang teridentifikasi 78 perkara, namun dari 78 kasus ini belum satu pun yang terselasaikan, termasuk kasus penembakan warga Itilia bernama Lorenso Taddei di desa Mayoa. Pomana Selatan. Berikut ini laskar-laskar yang bermain di Poso.
Milisi Islam
Milisi Islam yang cukup terkenal adalah Laskar Jihad Ahlusunnah Waljamaah. Pimpinannya Ust Jafar Umar Thalib. Meski kemudian laskar ini dibubarkan sendiri oleh Pimpinannya. Milisi ini masuk ke Poso pada Agustus 2001. Sebelumnya mereka melakukan sowan ke sejumlah petinggi di provinsi Sulawesi Tengah, seperti gubernur dan ketua DPRD Sulteng.
Penampilan pasukan ini memang meyakinkan. Berjubah putih, pakai sorban ala Pangeran Dipanegoro. Menurut Wakil Panglima Laskar Jihad, Ayip Safruddin, jumlah pasukan yang diturunkan di Poso awalnya sekitar 600. Namun dalam perkembangannya laskar ini terus bertambah seiring konflik Poso makin menaik.
Penurut pengakuan Laskar Jihad saat itu, mereka masuk kewilayah Poso karena ingin membela kalangan muslim yang menurut mereka terusir dari kampung halamannya. Alasan yang sama saat mereka menuju Wilayah Maluku. Saat kedatangannya di wilayah Poso, kalangan muslim lalu menyiapkan persiapan-persiapan perang. Terbukti November 2001 konflik Poso meledak di lima desa Krsiten. Salah satu gerakan yang ditinggalkan Laskar jihad adalah membentuk satgas amar makruf nahi munkar. Sering melakukan swiiping bagi masyarakat kota Poso yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah Islam. Radio Bulava Poso pernah kena semprot karena tak menyiarkan azan magrib.
Selain Laskar Jihad, milisi Islam yang terkenal di Poso adalah Laskar Mujahidin. Laskar ini banyak menimba ilmu perang di Maluku. Laskar ini agak ekslusif karena penampilannya sama dengan Islam kebanyakan. Namun dalam gerakannya di Poso tak kenal kompromi. Mereka menciptakan sandi tersendiri, seperti orang Kristen di panggil Kongkoli, sebuah tumbuhan di Poso yang berakar banyak dan dipakai laskar kristus dalam penyerangan. Mereka banyak merekrut pemuda-pemuda Poso dan dididik menjadi militan. Mereka lalu membentuk benteng-benteng pertahanan dipinggiran kota Poso.
Untuk keperluan dilapangan laskar ini banyak membentuk faksi-faksi, seperti laskar Jundullah, Laskar Hisbullah dan Front Perjuangan Umat Islam Poso. Laskar ini sangat getol mewajibkan perempuan di Poso untuk menutup aurat (berjilbab). Mereka mewajibkan Perempuan Poso untuk menutup kepala dan laki-lakinya untuk berpeci. Saat konflik, mereka sering melakukan swiping bagi perempuan yang tidak menutup kepalanya.
Saat teror dan kekerasan terus menghantui warga Poso, tahun 2001, di Desa Malei Kecamatan Lage yang menjadi salah satu basis pertahanan laskar Mujahidin, seorang muslim asal medan, Parlindungan Siregar bersama dengan Omar Badon sangat aktif melakukan training bagi pemuda muslim poso di kamp-kamp pelatihan yang terseber dibeberapa tempat di Kecamatan Lage. Menurut beberapa sumber, Parlindungan Siregar adalah aktivis Salman dan pernah bekerja di IPTN[1]. Saat melanjutkan studi pasca sarjana di Spanyol, Parlindungan diregar berasal. yang iduga terlibat aksi pemboman di salah satu stasiun kereta api di spanyol. Saat konflik memanas di Desa Malei mereka mendirikan sebuah pos yang dijadikan benteng penghalau massa Kristen menyerang. Di Pos itu bertuliskan POS MUJAHIDIN MEDAN. Kata medan dapat berarti area tetapi dapat pula dimaknai sebagai ibu kota dimana Parlindungan Siregar berasal. yang jelas, penggunaan sandi-sandi operasi kerap digunakan oleh milisi layaknya suatu strategi operasi militer.
Laskar Islam lainnya, adalah Majelis Zikir Nurulkhairaat Poso. Pasukan ini dipimpin Ust Habib Saleh Al-Idrus. Datang ke Poso sejak peristiwa konflik Poso pertama 1998. Tujuannya menurut Habib Saleh seperti dilansir banyak media adalah berdakwah memperkuat aqidah umat.
Saat kota Poso dimasuki laskar Kristen pada Mei 2000, kelompok pengajian ini melakukan perlawanan. Dan Habib Saleh mengaku membunuh salah satu pimpinan kelompok Kristen, Ir. Adven L Lateka. Jumlah pasukan ini pada awalnya 60 orang saja, tapi kini makin bertambah.
Milisi Kristen
Tidak seperti laskar Islam yang tampil secara terang-terangan, laskar Kristus agak susah diidentifikasi[2]. Yang terang terangan hanyalah laskar Manguni. Pasukan ini berpusat di Manado, Sulawesi Utara dengan jumlah personil berkisar 700 orang. Di Poso pasukan ini disebut-sebut berbasis daerah Sepe - Silanca. Milisi sipil ini bermarkas di Manado Sulawesi Utara. Kabarnya laskar ini banyak dihuni oleh anggota militer yang dianggap desersi maupun yang sudah pensiun.
Dalam penampilan sehari-hari milisi ini banyak memakai baju dan celana hitam-hitam. Ikat kepala kain merah. Milisi ini memiliki divisi daerah yang membawahi cabang satgas-satgas.
Saat konflik Poso pada Mei 2000 laskar Kristus muncul tiga kelompok yang dikenal: Pertama, pasukan macan. Dilapangan pasukan ini agak gesit dalam menyerang. Tak kenal kompromi dan bergerak pada siang hari. Jumlah pasukan ini pada saat penyerangan bisa ratusan orang. Umumnya pasukan ini agak mahir dalam memainkan panah dan senjata organik. Kedua, pasukan Kelelawar. Kelompok ini bergerak pada malam hari dan terbagi dalam dua kelompok, hitam dan merah. Kelompok hitam berusaha menerobos sasaran yang dituju sedang kelompok merah berusaha menyisir masyarakat yang sudah lari ketakutan. Dalam penyerangannya dua pasukan tersebut di bantu pasukan kipas (sisiru). Pasukan ini adalah Pendukung massa Kristen dengan menggunakan daya magis yang mereka yakini.
Milisi lain yang terorganisir di warga Kristen di Poso adalah Ansimar (Angkatan Muda Sintuwu Maroso). Kelompok ini adalah kaum muda terpelajar kota Poso. Kelompok ini umumnya warga kelurahan Lombogia Poso kota. Saat kerusuhan Poso kedua (April 2000) rumah-rumah mereka dibakar massa sehingga terpaksa mengungsi ke Tentena. Disana mereka mengorganisir diri karena dendamnya terhadap warga Poso kota masih menyala.
Akankah milisi itu tetap langgeng dan hidup di masyarakat Poso? Bisa jadi kalau pemerintah hanya setengah hati mencari solusi atau aparat keamanan sudah tak lagi berwibawa. Dan yang paling terpenting adalah faktor mandulnya hukum dalam menyelesaikan koflik di masyarakat.
Kehadiran milisi ini hanya bisa dicegah bila hukum dan aparat keamanan serta pemerintah menjadi pelindung masyarakat dari berbagai persoalan yang muncul.

[1] Rinaldy Damanik, Tragedi Kemanusiaan Poso, Menggapai Surya Pagi Melalui Kegelapan Malam, cetakan ke-dua, 2003
[2] Pdt. Rinaldy Damanik dalam bukunya “Tragedi Kemanusiaan Poso, Menggapai Surya Pagi Melalui Kegelapan Malam, cetakan ke-dua, 2003 mengatakan “berulangkali dia didatangi eleh beberapa orang yang karena penderitaan yang dialami, mereka meminta agar aku menghubungi Brigade Manguni, Legium Christum dan Pemuda Permesta dari Manado Sulawesi Utara, untuk datang ke Poso dan sekitarnya membantu umat Kristen” Damanik kemudian tegas menolak desakan itu.


Sumber : Cops dari http://syamsulalamagus.blogspot.com/2007/04/milisi-sipil-di-konflik-poso.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar