DI WILAYAH pinggiran kota palu tepatnya di kelurahan Poboya,terdapat
tambang emas yang dikelola oleh masyarakat secara tradisional.
Ribuan masyarakat dari berbagai penjuru nusantara datang ke lokasi
pertambangan tersebut guna mengadu nasib untuk mencari rezeki dengan
berbagai keahlian yang dimilikinya,ada yang menjadi penambang yang di
dominasi oleh masyarakat dari Sulawesi utara dan Gorontalo,kijang
(penjual jasa tenaga pemikul barang),supir mobil,membuka warung dll.
tentunya dengan dasar motif yang berbeda-beda.
Tambang yang mulai terbuka dari tahun 2006 tersebut sempat menuai pro
dan kontra dari berbagai elemen masyarakat,yang setuju beralasan tambang
sudah ‘terlanjur’ menjadi lapangan kerja baru bagi masyarakat
lokal,yang disadari atau tidak kenyataannya sekarang.lapangan kerja di
kota Palu sudai mulai sempit,dengan adanya tambang menurut mereka bisa
sedikit manambah pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraan,dan hal ini
maklum sesudah terbukanya tambang tingkat kemakmuran ekonomi masyarakat
sekitar kelurahan poboya menjadi maju,ini bisa dilihat dari megahnya
perumahan dan berjejernya mobil mewah khususnya di wilayah kelurah
poboya,yang sebelumnya menurut mereka ‘agak’ tertinggal.
Alasan pencemaran lingkungan dikemukakan oleh sebagian masyarakat yang
menolak adanya tambang,karena menurutnya daerah pegunungan poboya adalah
salah satu sumber air yang mengaliri kota Palu.
Lokasi tambang emas poboya bisa ditempuh dengan mengendari sepeda motor
dari kota palu dengan memakan waktu sekitar satu jam,dan hanya berjarak
sekitar kurang lebih 15 kilometeran dari pusat kota palu,jalannya yang
mulus beraspal hanya sampai ujung pemukiman masyarakat poboya dengan
ditandai oleh palang pemeriksaan yang dijaga oleh SATGAS yang
beranggotakan warga kelurahan poboya yang dibentuk oleh dewan adat
setempat,maksud pemeriksaan adalah untuk menghindari hal-hal yang tidak
di inginkan terjadi di lokasi pertambangan,utamanya perkelahian
massal,makanya barang-barang yang bisa mendukung perkelahian disita di
palang,seperti Senjata tajam,minuman keras,Narkoba,dll.
Setelah melawati palang perjalanan ditempuh dengan medan yang menantang
mirip dengan medan Off Road,jalan tanah bergelombang,lima kali
menyebrangi sungai sejauh empat kilometer,dengan suasana pemandangan
bukit tandus yang gundul di kiri dan kanan jalan.
Suasana di lokasi pertambangan hampir mirip dengan pasar malam,ratusan
penjual mendirikan tenda menawarkan berbagai aneka kebutuhan,mulai dari
makanan,sembako,konter hp,alat elektronik,tidak ketinggalan alat
perlengkapan menambang yang dijual dengan harga sedikit agak tinggi
tentunya bila di bandingkan di kota.
Setelah istirahat sebentar di kedai kopi, penulis langsung menaiki bukit
untuk melihat cara pengambilan emas,dalam benak mencari emas itu
gampang seperti di cerita film-film,tinggal ambil terus bawa pulang,dan
ternyata kenyataanya tidaklah semudah itu,penambang harus memasuki
lubang sedalah 25 meter,yang sempit dan tidak dijamin keamanannya,mereka
memasuki lubang yang tidak sedikit memakan korban ketika lubangnya
ambruk atau longsor untuk mengambil batu yang biasa masyarakat
menyebutnya dengan nama ‘batu rep’ batu berwarna putih sepintas mirip
porselen tersebut katanya mengandung emas,ada cara unik mengetahui batu
tersebut mengandung emas atau tidaknya,cara tradisional yang biasa
dipakai oleh orang minahasa yang terkenal sebagai ahlinya penambang
tradisional,mereka menyebutnya dengan ‘menibe’, untuk menentukan kadar
emas dari dalam batu,dengan menggunakan alat seperi mangkuk dilapisi
karet,cara kerjanya sangat sederhana penambang cukup menumbuk sampel
batu dari lubang hingga menjadi debu,kemudian debu tersebut ditakar di
dalam alat tadi dengan di campur air sungai,setelah itu alat tersebut
digayang perlahan,dan setelah beberapa detik akan nampak butiran kuning
di atas air yang berada dalam alat tibe tersebut.
Cara unik dan sederhana tersebut sangat efektif menetukan kandungan
emas,dan menurut saya itu adalah asli hasil kreatif orang indonesia.hehe
Batuan yang di ambil bukan hanya batu rep saja menurut penambang ada
berbagai jenis batuan yang mengandung emas seperti Batu cakalang
warnanya putih seperti batu rep,tapi ada garis-garis hitam seperti urat
de tengah-tangah batunya,Batu domato warnanya kuning agak
lapuk,nama-nama tersebut di berikan oleh penambang yang tentunya menurut
ahli geologi berbeda penyebutan jenis batuan tersebut.
Setelah memasuki lubang dan mengumpulkan batu yang telah
dipilih,selanjutnya dikemas memakai karung goni dan siap di bawa kepada
pengolah untuk disaring guna mendapatkan emasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar